REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Muadz bin Jabal diutus oleh Nabi Muhammad SAW ke wilayah Yaman. Di sana ia bertugas sebagai penguasa, hakim agung, sekaligus menjadi pengajar dan pengumpul zakat. Lantas apa saja pesan Nabi kepada Muadz?
Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW menjelaskan, misi Muadz bin Jabal ke Yaman diiringi dengan surat-surat kepercayaan dari Nabi Muhammad.
Yang salah satunya berisi: “Inniy bu’itstu lakum khaira ahliy,”. Yang artinya: “Aku mengutus kepadamu, wahai penduduk Yaman, keluargaku yang terbaik,”. Sebelum Muadz berangkat ke Yaman pun, Nabi seolah tengah menguji kelayakan kepadanya dengan beberapa pertanyaan.
Nabi berkata kepada Muadz: “Kaifa tashna’u idza uridha laka qadhaa-un?”. Yang artinya: “Bagaimana engkau bersikap jika diajukan kepadamu permintaan menetapkan hukum?”. Muadz pun menjawab: “Aqdhiy fi kitabillah,”. Yang artinya: “Aku memutuskan berdasarkan Kitabullah,”.
Nabi bertanya lagi: “Fa in lam yakun fi kitabillah?”. Yan artinya: “Kalau engkau tak temukan dalam Kitabullah?”. Muadz menjawab: “Bisunnati Rasulillah,”. Yang artinya: “Dengan sunah Rasulullah,”. Nabi kembali bertanya: “Fa in lam yakun fi sunnati Rasulillah?”. Muadz dengan tegas menjawab: “Ajtahidu bira’yi wala aluw,”. Yang artinya: “Aku mencurahkan daya sekuat mungkin/berijtihad,”.
Mendengar jawaban mantap seperti itu dari Muadz, Nabi kemudian bersabda: “Alhamdulillahilladzi waffaqa rasula Rasulillahi lima yurdhi Rasulallah,”. Yang artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah menuju apa yang diridhai oleh Rasulullah,”.
Nabi kemudian berpesan kepada Muadz saat ia akan menunggangi kendaraannya untuk menuju ke Yaman: “Ittaqillaha haitsuma kunta wa atbi’I as-sayyiatal-hasanata tamhuha wa khaaliqi an-naasa bikhuluqin hasanin,”. Yang artinya: “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, ikutkanlah keburukan dengan kebaikan niscaya kebaikan menghapusnya dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik,”.
Nabi berpesan juga kepada Muadz: “Innaka sata’ti qauman ahla kitaabin fa idza ji’tahum fad’uhum ila an yasyhaduu an laa ilaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah. Fa in humathaa’uu laka bidzalika fa-akhbirhum annallaha faradha alaihim khamsa shalawatin fil-yaumil wallailati fa in hum athaa’uu laka bidzalika fa akhbirhum annallaha faradha alaihim shadaqatan tu’khadzu min aghnyaa-ihim wa turaddu ala fuqara-ihim wa in hum athaa’uu laka bidzalika fa iyyaka wa karaa-imu amwaalihim wattaqi da’watal-mazhlumi fa innaha laisa bainaha wa bainallaha hijaabun,”.
Yang artinya: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Jika engkau menemui mereka, maka ajaklah mereka untuk menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mematuhimu dalam hal tersebut, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima kali sehari semalam. Bila mereka mematuhimu dalam hal tersebut maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka atas zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang miskin mereka. Jika mereka mematuhimu dalam hal tersebut, maka jangan sekali-kali engkau mengambil harta mereka yang paling baik. Berhati-hatilah menyangkut doa orang yang teraniaya, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah,”.
Ketika Muadz naik ke tunggangannya dan kakinya telah menyentuh pelana unta, Nabi sekali lagi mengingatkan: “Innaka asa an laa talqaaniy ba’da aamiy hadza la’allaka an tamurra bimasjidiy hadza wa biqabriy,”. Yang artinya: “Bisa jadi engkau tidak lagi akan menemuiku setelah tahun ini. Semoga engkau dapat mampir di masjidku ini dan di kuburku,”.