Rabu 03 Mar 2021 09:39 WIB

Inggris Serukan Pertemuan DK PBB untuk Bahas Myanmar

DK PBB telah menyuara keprihatinan mendalam atas kudeta Myanmar.

Rep: Puti Almas/ Red: Teguh Firmansyah
 Para pengunjuk rasa yang mengenakan helm pengaman meneriakkan slogan dan memberi hormat tiga jari selama protes anti-kudeta di belakang penghalang di jalan yang diblokir di Yangon, Myanmar, Selasa, 2 Maret 2021. Demonstran di Myanmar turun ke jalan lagi pada Selasa untuk melakukan protes terakhir. bulan perebutan kekuasaan oleh militer, saat menteri luar negeri dari negara-negara Asia Tenggara bersiap untuk bertemu untuk membahas krisis politik. Polisi di Yangon, kota terbesar Myanmar, menggunakan gas air mata untuk melawan para pengunjuk rasa.
Foto: AP
Para pengunjuk rasa yang mengenakan helm pengaman meneriakkan slogan dan memberi hormat tiga jari selama protes anti-kudeta di belakang penghalang di jalan yang diblokir di Yangon, Myanmar, Selasa, 2 Maret 2021. Demonstran di Myanmar turun ke jalan lagi pada Selasa untuk melakukan protes terakhir. bulan perebutan kekuasaan oleh militer, saat menteri luar negeri dari negara-negara Asia Tenggara bersiap untuk bertemu untuk membahas krisis politik. Polisi di Yangon, kota terbesar Myanmar, menggunakan gas air mata untuk melawan para pengunjuk rasa.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pemerintah Inggris meminta pertemuan dengan Dewan Keamanan PBB mengenai Myanmar pada Jumat (5/3) mendatang. Hal ini dianggap perlu dilakukan menyusul situasi pascakudeta di negara Asia Tenggara itu yang terus mengkhawatikan.

Pertemuan itu dijadwalkan untuk dilakukan secara tertutup. Sebelumnya, Dewan Keamanan PBB telah menyuarakan keprihatinan yang mendalam atas kudeta dan menyerukan pembebasan terhadap semua tahanan yang ditangkap oleh militer.

Baca Juga

Misi diplomatik China untuk PBB mengatakan ada kesepakatan umum di antara anggota dewan keamanan untuk segera melakukan pertemuan terkait Myanmar. Situasi di Myanmar pascakudeta pada 1 Februari lalu diwarnai ketegangan, dengan banyaknya demonstran yang turun ke jalan menyuarakan protes dan menuntut penegakan demokrasi.

Aksi protes yang awalnya digelar secara damai mendapat respons keras dan berujung bentrokan. Pasukan keamanan Myanmar dilaporkan menembakkan peluru tajam dan gas air mata ke pengunjuk rasa pada demonstrasi yang digelar pada Selasa (2/3), menyebabkan sedikitnya tiga orang terluka parah.

Pasukan keamanan telah memberlakukan tindakan keras terhadap demonstran yang menentang militer. Dalam sebuah laporan PBB, secara keseluruhan sejak satu bulan kudeta dan aksi protes digelar di Myanmar, terdapat 18 pengunjuk rasa yang tewas.

Kudeta militer terjadi di Myanmar setelah ketegangan yang meningkat antara pemerintah sipil dan militer, akibat sengketa pemilihan umum. Sengketa dimulai setelah November 2020 ketika Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi memenangkan cukup kursi untuk membentuk pemerintahan. Militer menggugat kemenangan mutlak Suu Kyi itu dan akhirnya memilih mengkudeta.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement