REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Australia akan meminta dukungan dari pasukan militer dalam upaya imunisasi Covid-19, Rabu (3/3). Langkah ini dilakukan dalam upaya meningkatkan program peluncuran vaksinasi yang berjalan terlambat dari jadwal.
Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan, Marise Payne, menyatakan Angkatan Bersenjata Australia (ADF) akan memberikan bantuan dalam meluncurkan vaksin. Namun, keterlibatan pasukan ini hanya untuk warga perawatan lanjut usia di daerah pedesaan dan regional yang tidak dapat diakses oleh penyedia medis lainnya.
Tim ADF diharapkan memulai pekerjaan tersebut pada pekan depan. Mereka akan fokus pada perencanaan, logistik, dan dukungan operasi dalam pemenuhan vaksin Covid-19. "Saat kita melangkah ke fase berikutnya dari peluncuran vaksin perawatan lansia dan melanjutkan perluasan tim, tambahan perawat, apoteker dan penyedia ditambahkan, dengan tim vaksinasi ADF melengkapi upaya ini," kata Menteri Kesehatan, Greg Hunt.
Australia memulai inokulasi massal untuk 25 juta penduduknya pada 22 Februari. Staf kesehatan garis depan dan lansia mendapatkan suntikan pertama, tetapi hampir setengahnya meleset dari target pemberian vaksin pada pekan pertama.
Data pemerintah menunjukan, pihak berwenang hanya dapat memberikan di bawah 34 ribu dosis pada pekan pertama. Kondisi ini akibat laju dorongan imunisasi melambat setelah dua orang lanjut usia secara tidak sengaja diberikan empat kali lipat dari dosis yang disarankan.
Baca juga : Dewan Gereja: Pemukim Yahudi Rusak Biara di Yerusalem
Hunt mengatakan, jadwal vaksinasi negara itu berada di jalur yang tepat untuk selesai pada akhir Oktober. Lebih banyak dosis diharapkan tiba di Australia tanpa penundaan dan produksi vaksin lokal akan dimulai dalam beberapa pekan.
Dengan hanya di bawah 29 ribu kasus Covid-19 dan 909 kematian, Australia sebagian besar lolos dari angka yang tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Negara ini berhasil menekan angka dengan dibantu oleh penguncian ketat, sistem pelacakan cepat, dan penutupan perbatasan.
Australia memperpanjang penutupan perbatasan internasionalnya tiga bulan hingga 17 Juni pada Selasa (2/3). Keputusan ini setelah pihak berwenang menganggap munculnya varian virus yang lebih ganas menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang serius.