REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemeriksaan saksi terkait perkara dugaan suap penetapanperizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Tim penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap seorang karyawan swasta, Hernawan Dwiyoko.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri di Jakarta, Rabu (3/3).
Kendati, belum diketahui apa yang akan digali tim penyidik KPK dari Hernawan Dwiyoko. Namun keterangaamnya di butuhkan guna melengkapi berkas perkara para tersangka penerima suap. Belakangan, KPK juga tengah menggali soal pembelian rumah oleh tersangka Edhy Prabowo.
Seperti diketahui, KPK telah menersangkakan tujuh orang tersangka yakni mantan menteri kelautan dan perikanan (KKP) Edhy Prabowo (EP) Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM), Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD), Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM). Mereka merupakan tersangka penerima suap.
Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT). Para tersangka pemerima diyakini mendapatkan suap dari para perusahaan yang ditetapkan sebagai pengekspor benih lobster sebesar Rp 9,8 miliar.
Uang tersebut masuk ke rekening PT ACK yang merupakan penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster. Uang itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp 9,8 miliar.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.