Rabu 03 Mar 2021 13:55 WIB

Bos Disney Sebut Kemungkinan Bioskop Terus Ditinggalkan

Sejak diluncurkan pada November 2019, Disney+ memiliki hampir 100 juta pelanggan.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Qommarria Rostanti
Penonton fim di bioskop anjlok sejak pandemi Covid-19 merebak. (ilustrasi).
Foto: Antara/Adeng Bustami
Penonton fim di bioskop anjlok sejak pandemi Covid-19 merebak. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Semenjak pandemi Covid-19 merebak, kemungkinan pencinta film pergi ke bioskop menjadi sangat kecil. Ruangan bioskop yang tertutup dan minim ventilasi membuat tempat tersebut rentan penyebaran Covid-19.

Kekhawatiran terhadap penyebaran Covid-19 di bioskop membuat masyarakat masih enggan ke sana. Tak heran, industri perfilman kini anjlok. Banyak film yang tertunda atau malah beralih dengan perilisan ke media platform streaming seperti Disney+ Hotstar, Netflix, dan HBO Go.

Dilansir di laman NY Post, Rabu (3/3), sebelum pandemi, bioskop bergantung pada tayangan eksklusif 90 hari untuk menayangkan film di layar lebar sebelum tersedia untuk saluran distribusi rumah, seperti TV berbayar dan layanan streaming. Namun sekarang, pihak studio mengutak-atik jangka waktu itu, baik memperpendek atau menghapusnya sama sekali. 

Kepala Eksekutif Disney, Bob Chapek, mengatakan pandemi kemungkinan secara permanen mempersempit jendela untuk film yang hanya diputar di bioskop dan mulai beralih ke layanan streaming. "Konsumen mungkin lebih tidak sabar dibandingkan sebelumnya, terutama karena sekarang mereka memiliki kemewahan setahun penuh untuk mendapatkan gelar di rumah saat mereka menginginkannya," kata Chapek.

Dia tidak yakin masyarakat akan kembali ke bioskop. Meski begitu, bukan berarti dia ingin hengkang selamanya dari pertujukan bioskop. 

Menurut dia, penonton tidak memiliki 'toleransi' selama berbulan-bulan setelah film diputar di bioskop dan sebelum tersedia untuk streaming. Artinya, bioskop benar-benar kosong dan penonton tak pernah datang sampai bioskop berdebu.

Sejak pandemi Covid-19, pihak bioskop mengurangi kapasitas studio, bahkan ada yang menutup seluruhnya. Bioskop Hollywood mengevaluasi kembali strategi perilisan film mereka. Paramount dan Universal telah menyusut atau mengumumkan rencana untuk mengecilkan waktu tayang di bioskop yang biasanya 74 hari menjadi lebih dari 30 atau 45 hari.

Baru-baru ini, Warner Bros memutuskan secara bersamaan untuk menayangkan film 2021 secara bersamaan di HBO Max selama satu bulan, setelah mereka tayang perdana di teater. Disney, yang menguasai hingga setengah dari box office, telah mengambil pendekatan yang hati-hati. Mereka mengevaluasi strategi rilis setiap film dan akhirnya debut pada layanannya, Disney+.

Chapek mengatakan jalan tengah yang diambil yaitu akses premier. Hal itu akan tetap menjadi opsi distribusi pada masa mendatang. Misalnya, film animasi Raya and the Last Dragon akan dirilis melalui metode itu dengan biaya 30 dolar AS untuk pelanggan Disney+.

Dia menggarisbawahi pentingnya daya tarik box office Disney yang sangat besar. Chapek mencatat, mereka meraup 11 miliar dolar AS pada 2019. "Itu adalah masalah besar dan akan terus menjadi masalah besar bagi kami, tapi kami menyadari bahwa ini adalah situasi yang sangat berubah-ubah," kata dia.

Sejak diluncurkan pada November 2019, Disney+ mencatat hampir 100 juta pelanggan dari berbagai negara. Disney memproyeksi akan memperoleh 200 juta pelanggan selama tiga tahun ke depan.

Chapek mengatakan fakta bahwa 50 persen pelanggannya secara global tidak memiliki anak adalah pendorong utama dan hal yang tidak terduga. "Apa yang tidak kami sadari adalah daya tarik nonkeluarga yang dimiliki layanan seperti Disney+," ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement