REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan penyewaan apartemen oleh tersangka penerima suap penetapan perizinan ekspor benih lobster, Andreau Pribadi Misata (APM). Hal tersebut diinvestigasi KPK melalui kesaksian seorang Pengawai Negeri Sipil (PNS) FX Lusianto Prabowo.
"Didalami pengetahuannya terkait dengan dugaan penggunaan apartemen yang disewa oleh tersangka APM untuk pihak tertentu yang diduga sumber uangnya masih dari kumpulan para ekspoktir benur tahun 2020 di KKP," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Filri di Jakarta, Rabu (3/3).
Periksaan terhadap Lusianto dilakukan KPK pada Selasa (2/3) lalu. Selain Lusianto, KPK juga mengagendakan seorwng PNS lainnya, Erwin Situmorang. Kendati, Ali mengungkapkan, kalau saksi tersebut mengaku tidak dapat memenuhi panggilan KPK.
"Yang bersanglutan tidak hadir dan memberikan konfirmasi untuk dilakukan penjadwalan ulang," kata Ali lagi.
Seperti diketahui, KPK telah mentersangkakan tujuh orang tersangka yakni mantan menteri kelautan dan perikanan (KKP) Edhy Prabowo (EP) Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM), Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD), Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM). Mereka merupakan tersangka penerima suap.
Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT). Para tersangka pemerima diyakini mendapatkan suap dari para perusahaan yang ditetapkan sebagai pengekspor benih lobster sebesar Rp 9,8 miliar.
Uang tersebut masuk ke rekening PT ACK yang merupakan penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster. Uang itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp 9,8 miliar.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.