Sleman Panen Ikan Budidaya Sistem Bioflok
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
Petambak membersihkan kolam ikan sistem bioflok. ilustrasi | Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Bupati dan Wakil Bupati Sleman, Kustini Purnomo dan Danang Maharsa, melakukan panen ikan budidaya sistem bioflok untuk meningkatkan produksi perikanan. Panen dilaksanakan di Kampung Mina Padi Samberembe, Kalurahan Candibinangun, Kapanewon Pakem.
Kustini menjelaskan, teknologi budidaya ikan sistem bioflok merupakan suatu teknik berbeda melalui rekayasa lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas air dalam budidaya. Fokusnya, penyeimbangan karbon dan nitrogen dalam sistem budidaya.
Sistem bioflok memiliki padat tebar tinggi sekitar 500 ekor per meter kubik, sedangkan kolam biasa sekitar 200-250 ekor per meter kubik. Peningkatan keuntungan terbukti dari satu kali musim panen bioflok sekitar Rp 6 juta dari tiga bulan atau satu siklus panen.
"Dibandingkan dengan cara konvensional yang menghasilkan sekitar Rp 2,4-3 juta," kata Kustini, Rabu (3/3).
Ia mengingatkan, sebanyak 70 persen produksi perikanan DIY disuplai produksi perikanan Kabupaten Sleman. Hal itu didasarkan perhitungan dalam kurun waktu 2014-2019 produksi ikan konsumsi di Kabupaten Sleman yang meningkat rata-rata 16,89 persen per tahunnya.
Banyak teknologi telah dikembangkan Sleman untuk meningkatkan produksi perikanan. Di antaranya budidaya ikan dengan sentuhan teknologi kincir (Si Budi Dikuncir), minapadi, budidaya udang dengan padi (Ugadi), budidaya gurami sistem boster dan lele bioflok.
"Untuk teknologi yang kita panen saat ini bioflok untuk ikan lele. Bioflok di Sleman ada enam lokasi pengembangan yaitu di Kapanewon Pakem, Prambanan, Sleman dan Depok," ujar Kustini.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Sleman, Heru Saptono menambahkan, saat ini pendekatan pembangunan pertanian didorong pengembangan berbasis klaster atau kawasan. Pemkab Sleman telah pula menginisiasi masyarakat untuk mengembangkan kolam bioflok.
Keunggulan teknologi ini hemat air, tidak berbau, sistem aerasinya membuat kondisi air ideal untuk pertumbuhan bakteri sebagai sumber makanan ikan. Sedangkan, budidaya lele konvensional cenderung berbau, sehingga perlu pergantian air secara periodik dan boros.
"Sehingga, cocok dikembangkan di wilayah perkotaan," kata Heru.