REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Lembaga Pengawasan dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Kurniawan Adi Nugroho menyoroti, keputusan Bareskrim Polri menetapkan enam almarhum laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas saat bentrokan di KM 50 tol Jakarta-Cikampek sebagai tersangka. Penetapan tersangka tersebut dianggap hanya untuk melempar bola api ke jaksa.
"Semua penegak hukum paham bahwa perkara otomatis akan dihentikan jika tersangkanya meninggal," kata Kurniawan saat dikonfirmasi, Kamis (4/3).
Lebih lanjut, Kurniawan menilai, penyidik tidak ingin surat penghentian penyidikan perkara (SP3) dikeluarkan oleh mereka. Inginnya, penghentian penuntutan dari jaksa. Namun permasalahannya, kata Kurniawan, apakah penetapan tersangka itu sah, jika para tersangka tidak pernah diperiksa sebagai saksi?
"Dan bagaimana dengan rekomendasi Komnas HAM yang menyatakan ada indikasi unlawfull killing terhadap empat orang anggota FPI yang juga tersangka itu?" tanya Kurniawan.
Kurniawan menaruh curiga, pemaksaan penetapan tersangka itu untuk memberikan jalan keluar agar rekomendasi Komnas HAM tidak dilanjutkan. Yaitu dengan membangun logika polisi menembak dalam rangka menjalankan perintah jabatan.
Sebelumnya, Polri telah menetapkan enam almarhum Laskar FPI sebagai tersangka dalam kasus bentrokan dengan pihak kepolisian. Karena itu dalam waktu dekat, Bareskrim Polri akan melimpahkan berkas perkara tersebut kepada Kejaksaan RI. Nantinya, Jaksa Peneliti ikut menimbang perihal penghentian atau tidaknya kasus tersebut.
"Sudah ditetapkan tersangka, kan itu juga tentu harus diuji makanya kami ada kirim ke Jaksa biar Jaksa teliti," jelas Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian, saat dikonfirmasi awak media, Rabu (3/3) kemarin.