Kamis 04 Mar 2021 15:56 WIB

BRI: Penurunan Suku Bunga Bukan Pendorong Pertumbuhan Kredit

BI sudah menurunkan suku bunga acuan 3,5 persen, terendah sepanjang masa.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyebut penurunan suku bunga kredit bukan satu-satunya cara mendorong pertumbuhan kredit untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Foto: BRI
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyebut penurunan suku bunga kredit bukan satu-satunya cara mendorong pertumbuhan kredit untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyebut penurunan suku bunga kredit bukan satu-satunya cara mendorong pertumbuhan kredit untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN). Saat ini penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 3,5 persen yang merupakan level terendah sepanjang masa.

Direktur Utama BRI Sunarso bercerita saat bunga kredit usaha rakyat (KUR) sebelum 2015 dipatok 22 persen, justru pertumbuhan kredit bisa mencapai double digit. Sebaliknya, ketika bunga KUR diturunkan jadi 15 persen bahkan disubsidi pemerintah dan nasabah hanya perlu membayar tujuh persen setelah 2015, pertumbuhan kredit justru sulit terdongkrak hingga double digit.

Baca Juga

"Kalau begitu boleh dong disimpulkan ternyata lowering interest tidak serta-merta mendorong kredit atau penurunan suku bunga bukan satu-satunya faktor mendorong kredit," ujarnya saat webinar Prospek BUMN 2021 sebagai Lokomotif PEN dan Sovereign Wealth Fund, Kamis (4/3).

Sunarso menyebut sepanjang tahun lalu kredit UMKM tumbuh 3,9 persen di tengah pandemi. Meski begitu, realisasi itu masih lebih tinggi dibandingkan akumulasi pertumbuhan kredit bank himpunan milik negara (Himbara) hanya 0,9 persen dan pertumbuhan kredit nasional  minus 2,24 persen.

“Lemahnya pertumbuhan kredit membuat likuiditas perbankan melimpah, termasuk BRI. Karena itu, berdasarkan analisa BRI, paling utama mendorong kredit adalah mendorong konsumsi rumah tangga dan meningkatkan daya beli masyarakat,” ungkapnya.

Menurutnya konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat bisa didongkrak dengan memberikan lapangan pekerjaan. Maka begitu, mereka bisa mendapatkan pendapatan dan membelanjakannya.

"Rasanya dibutuhkan kebijakan untuk lanjutkan proyek-proyek infrastruktur yang berikan pekerjaan ke masyarakat. Maka yang perlu didorong bagaimana berikan pekerjaan ke masyarakat. Kalau tidak bisa, berikan uang langsung, tapi itu tidak mendidik," ucapnya.

Sunarso menyebut beberapa kebijakan pemerintah mendorong konsumsi masyarakat sudah dilakukan, seperti memberikan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil baru, loan to value (LTV), dan penurunan suku bunga acuan yang juga tetap diperlukan.

"Jadi bauran diperlukan untuk dorong pertumbuhan kredit dalam program PEN. Stimulus itu seperti infus, sekarang pemerintah memberikan infus, tapi sampai berlama bertahan? Jangan lama-lama karena tidak bisa terus menerus andalkan infus dari negara," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement