REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan, semangat nasionalisme dalam pengembangan sains dan teknologi di tengah pandemi Covid-19 di Indonesia tidak menutup peluang kerja sama dengan negara asing. Contohnya, kerja sama pengembangan bibit vaksin antara Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Jepang atau Universitas Airlangga dan Inggris.
"Tidak menutup kerja sama dengan pihak luar, vaksin Merah Putih itu yang penting inisiasinya dikembangkan institusi dalam negeri," katanya dalam webinar bertajuk "Pandemi COVID-19 ubah arah sains Indonesia?", Kamis (4/3) siang.
Paling tidak, menurut Bambang, hak paten produk yang dihasilkan sepenuhnya menjadi milik Indonesia. Bambang mengatakan semangat nasionalisme dalam pengembangan riset dan teknologi kefarmasian tanah air lahir dari keprihatinan pemerintah atas kecenderungan hasil riset yang terhenti pada fase prototipe.
Sebab, talenta anak negeri dalam melahirkan bahan baku obat dan alat kesehatan selama ini belum diiringi permintaan pasar. Akibatnya, tidak menarik perhatian pelaku industri.
Untuk itu, ia mengatakan, kemunculan 61 produk riset dan inovasi dalam negeri untuk penanggulangan Covid-19 perlu didorong menembus hingga ke pangsa pasar industri farmasi global. "Sejak era 1990an Industri Indonesia kuat, tapi untuk alat kesehatan, 94 persen impor. Kemudian bahan baku obat kita mayoritas impor. Di sisi lain ada potensi luar biasa dari keanekaragaman hayati kita sebagai sumber herbal yang banyak dipakai di luar negeri. Ini kelebihan Indonesia yang belum terjembatani ke industri farmasi," katanya.
Bambang menyarankan agar periset dalam negeri bersinergi dengan para diaspora untuk membangun jaringan secara global. Salah satunya dengan hadir di jurnal ilmiah internasional.
Pangsa pasar terhadap produk kefarmasian Indonesia pun, menurut Bambang, masih terbuka lebar. "Sampai sekarang ada 130 negara di dunia belum punya akses vaksin sedikitpun," katanya.