REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) Firman Noor mengatakan demokrasi adalah spirit atau semangat dari negeri ini. Demokrasi memberi peluang kepada nobody menjadi somebody. Karakternya equality, persamaan dan toleransi.
"Sehingga demokrasi berpeluang dibajak oleh oligarki. Terbukti demokrasi mengalami kemunduran atau regresi. Saat ini kami berada pada era post demokrasi atau kekuasaan elit atas elit, kondisi yang tidak otoriter tapi sudah meninggalkan spirit demokrasi. Elitisme ini membuat oligarki semakin kuat," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (4/3).
Menurutnya, oligarki adalah segelintir orang yang bisa mengendalikan kekuasaan, bisa mengatur dan mengkondisikan situasi politik, seperti dalang yang mengatur wayang. "Demokrasi yang mahal kerap memerlukan oligarki. Oligarki mempengaruhi aktor politik, partai politik, bahkan sistem politik. Modus oligarki yaitu fasilitasi rekrutmen politik, fase koalisi politik, fase elektoral, pembentukan pemerintahan hingga pembuatan kebijakan," kata dia.
Ia menyarankan hal yang harus dilakukan agar demokrasi tidak dibajak oleh oligarki yaitu harus ada pemberdayaan ekonomi rakyat dan memberi pemahaman kalau oligarki itu berbahaya. Selain itu, harus ada perbaikan regulasi, penguatan pelembagaan agar tidak mudah mendapat intervensi oligarki.
"Penegakan hukum yang kuat juga bisa menangkal oligarki. Dimana penegakan hukum lemah, disitulah oligarki merasa nyaman," kata dia.
Sementara itu, Politisi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan oligarki di Indonesia itu muncul saat rezim Orde Baru berkuasa, disitulah banyak bermunculan oligarki. "Setelah reformasi, aktor oligarki justru menjadi pelaku utama dalam politik. Bahkan memiliki partai politik," kata dia.