Jumat 05 Mar 2021 02:41 WIB

Uni Eropa Siapkan Sanksi untuk Militer Myanmar

Militer Myanmar akan hadapi sanksi dari Uni Eropa.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Muhammad Hafil
Uni Eropa Siapkan Sanksi untuk Militer Myanmar. Foto: Pengunjuk rasa anti-kudeta berjalan di jalan dengan gambar Panglima Tertinggi, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, di Yangon, Myanmar, Kamis, 4 Maret 2021. Demonstran di Myanmar yang memprotes kudeta militer bulan lalu kembali ke jalan-jalan Kamis, tanpa gentar oleh pembunuhan sejumlah orang pada hari sebelumnya oleh pasukan keamanan.
Foto: AP
Uni Eropa Siapkan Sanksi untuk Militer Myanmar. Foto: Pengunjuk rasa anti-kudeta berjalan di jalan dengan gambar Panglima Tertinggi, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, di Yangon, Myanmar, Kamis, 4 Maret 2021. Demonstran di Myanmar yang memprotes kudeta militer bulan lalu kembali ke jalan-jalan Kamis, tanpa gentar oleh pembunuhan sejumlah orang pada hari sebelumnya oleh pasukan keamanan.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Kepala Dewan Eropa Charles Michel mengungkapkan Uni Eropa sedang mempersiapkan sanksi untuk junta militer Myanmar. Hal itu diumumkan saat gelombang demonstrasi menentang kudeta di negara tersebut telah menyebabkan sedikitnya 38 orang tewas.

“Membunuh warga sipil yang tidak bersalah bisa dan tidak akan dibiarkan begitu saja. Uni Eropa sedang mempersiapkan tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab," kata Michel melalui akun Twitter pribadinya pada Kamis (4/3).

Baca Juga

Dia mendesak pasukan keamanan Myanmar menghentikan aksi kekerasan brutal terhadap para pengunjuk rasa. Sebelumnya Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell turut mengutuk tindakan represif aparat keamanan Myanmar dalam menangani gelombang demonstrasi menentang kudeta.

Borrell secara khusus menyoroti aksi penembakan yang menelan nyawa warga sipil. "Dalam penembakan terhadap warga yang tidak bersenjata, pasukan keamanan telah secara terang-terangan mengabaikan hukum internasional, dan harus dimintai pertanggungjawaban," ujarnya.

Gelombang demonstrasi menentang kudeta masih berlanjut di berbagai kota di Myanmar. Sedikitnya 38 orang telah tewas akibat aksi penembakan yang dilakukan aparat keamanan.

Baca juga : Tentara Myanmar Ancam Pengunjuk Rasa di TikTok

Pada 1 Februari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).

Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.

Militer Myanmar telah mengumumkan keadaan darurat yang bakal berlangsung selama satu tahun. Sepanjang periode itu, militer akan mengontrol jalannya pemerintahan. Militer Myanmar telah berjanji akan mengadakan pemilu baru. Gagasan tersebut telah ditolak para demonstran. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement