Jumat 05 Mar 2021 14:35 WIB

Junta Myanmar Coba Pindahkan 1 Miliar dolar AS, Tapi Gagal

AS melakukan pembatasan perdagangan yang terkait dengan junta Myanmar.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
 Pengunjuk rasa antikudeta melepaskan alat pemadam kebakaran untuk melawan dampak gas air mata yang ditembakkan oleh polisi selama demonstrasi di Yangon, Myanmar, Kamis, 4 Maret 2021. Demonstran di Myanmar yang memprotes kudeta militer bulan lalu kembali ke jalan-jalan pada Kamis tidak gentar oleh pembunuhan tersebut. Setidaknya 38 orang pada hari sebelumnya oleh pasukan keamanan.
Foto: AP
Pengunjuk rasa antikudeta melepaskan alat pemadam kebakaran untuk melawan dampak gas air mata yang ditembakkan oleh polisi selama demonstrasi di Yangon, Myanmar, Kamis, 4 Maret 2021. Demonstran di Myanmar yang memprotes kudeta militer bulan lalu kembali ke jalan-jalan pada Kamis tidak gentar oleh pembunuhan tersebut. Setidaknya 38 orang pada hari sebelumnya oleh pasukan keamanan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang sumber mengatakan, penguasa militer Myanmar berusaha memindahkan sekitar 1 miliar dolar AS yang ada di Federal Reserve Bank of New York beberapa hari setelah kudeta. Namun, pejabat AS membekukan dana itu tanpa batas waktu.

Departemen Perdagangan AS menetapkan pembatasan perdagangan di Kementerian Pertahanan Myanmar, Kementerian Dalam Negeri Myanmar, dan dua konglomerat militer yang mengendalikan sebagian besar ekonomi. Mereka memiliki kepentingan mulai dari bir hingga real estat.

Baca Juga

Namun, langkah-langkah tersebut diharapkan memiliki dampak terbatas karena entitas tersebut bukan importir utama. "Dampak yang lebih besar adalah mengejar aset keuangan para pemimpin militer akibat kudeta," kata William Reinsch, mantan pejabat Departemen Perdagangan.

Sementara itu, Uni Eropa menangguhkan dukungan untuk proyek pembangunan guna menghindari pemberian bantuan keuangan kepada militer. Dukungan dalam beberapa tahun terakhir telah melibatkan lebih dari 200 juta euro (241 juta dolar AS) dalam program terpisah.

Para jenderal Myanmar telah lama mengabaikan tekanan internasional. AS telah mengatakan kepada China agar memainkan peran yang konstruktif. China mengatakan stabilitas adalah prioritas utama di tetangga strategisnya.

Baca juga : Youtube Tutup Akun Lima Stasiun Televisi Myanmar

Aktivis Myanmar terus menyerukan pembebasan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi (75 tahun) yang ditahan saat kudeta 1 Februari. Massa juga memprotes agar junta menghormati pemilihan umum 8 November. Mereka juga menolak janji junta untuk menggelar pemilu baru pada tanggal yang tidak ditentukan.

Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi memenangkan pemilu dengan telak. Namun, militer menolak untuk menerima hasil dengan alasan adanya penipuan. Komisi pemilihan mengatakan pemungutan suara itu adil.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement