REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Penyelidik HAM PBB di Myanmar Thomas Andrews pada Kamis (4/3) mengungkapkan bahwa militer di negara itu telah membunuh, memukul serta sewenang-wenang menangkap demonstran sejak kudeta 1 Februari.Penyelidik itu juga menyerukan sanksi berat terhadap Myanmar.
Andrews mendesak Dewan Keamanan PBB - yang ditemui di Myanmar pada Jumat - agar memberlakukan embargo senjata global dan sanksi ekonomi terhadap junta militer dan merujuk dugaan aksi kejam ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk diadili
"Negara-negara harus menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan migas Myanmar, yang kini dikendalikan oleh militer dan sumber pendapatan terbesar Myanmar," katanya dalam laporan kepada Dewan HAM PBB di Jenewa.
Sementara itu Amerika Serikat (AS) mengungkapkan langkah baru untuk menghukum militer Myanmar atas kudeta 1 Februari lalu. AS memblokir sejumlah perdagangan Kementerian Pertahanan, Dalam Negeri dan perusahaan militer Myanmar.
Washington juga melarang Myanmar mengekspor barang-barang yang digunakan untuk militer atau disebut military end use. Sehingga mereka harus mendapatkan lisensi yang sulit diperoleh untuk mengirim komoditas tertentu ke AS.