REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pemerintah Afghanistan siap mendiskusikan penyelenggaraan pemilu. Hal itu untuk mendorong pembicaraan damai dengan kelompok Taliban.
“Kami siap berdiskusi tentang penyelenggaraan pemilu yang bebas, adil, dan inklusif di bawah naungan komunitas internasional. Kami juga dapat berbicara tentang tanggal pemilihan dan mencapai kesimpulan," kata Presiden Afghanistan Ashraf Ghani saat membuka sidang parlemen pada Sabtu (6/3).
Dia menekankan transfer kekuasaan melalui pemilu adalah prinsip yang tak bisa dinegosiasikan. "Saya menyarankan mereka yang pergi ke gerbang ini atau itu untuk mendapatkan kekuasaan adalah bahwa kekuatan politik di Afghanistan memiliki gerbang, dan kuncinya adalah suara rakyat Afghanistan," ujarnya.
Selama sepekan terakhir, Ghani bertemu dengan Utusan Khusus Amerika Serikat (AS) untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad di Kabul. Mereka membahas cara mendorong momentum dalam negosiasi perdamaian dengan Taliban yang kini macet.
Dari Kabul, Khalilzad bertolak ke Doha, Qatar. Perundingan damai intra-Afghanistan diketahui digelar di sana. Pada awal 2020, Taliban telah mencapai kesepakatan damai dengan AS selaku sekutu utama Afghanistan. Di bawah kesepakatan tersebut, Washington setuju untuk menarik pasukannya dari Afghanistan secara gradual.
Pada November tahun lalu, AS mengumumkan akan secara tajam mengurangi jumlah personel militernya di Afghanistan dari 4.500 menjadi 2.500. Pengumuman itu muncul karena telah terjadi peningkatan kekerasan di Afghanistan. Taliban terus melakukan serangan yang menargetkan para pemimpin pemerintah, pasukan keamanan, dan warga sipil.