REPUBLIKA.CO.ID, ALJIR -- Sebuah gerakan pro-demokrasi yang dihidupkan kembali telah sedang banyak diperbincangkan di Aljazair. Ribuan orang tersebut berdemonstrasi di ibu kota Aljazair dan kota-kota seperti Oran, Tizi Ouzou, Setif, Constantine, dan Annaba di negara Afrika Utara itu.
Dilansir dari The New Arab, Sabtu (6/3), gerakan pro-demokrasi ini lebih dikenal secara lokal sebagai "Hirak". Sebuah gerakan yang pertama kali berlangsung pada Februari 2019 dan dalam beberapa pekan memaksa Presiden Abdelaziz Bouteflika mengundurkan diri.
Gerakan ini menyerukan penghentian aksi pada awal tahun lalu ketika pembatasan virus corona diberlakukan. Tetapi mereka kembali ke jalan-jalan akhir bulan lalu untuk merayakan ulang tahun keduanya dan berdemonstrasi setiap Jumat.
"Demonstrasi Hirak akan berlanjut sampai rezim ini, yang menolak untuk mendengar suara kami, lenyap," kata Bilal, seorang pegawai negeri berusia 37 tahun yang bergabung dalam protes di Aljazair.
Beberapa pawai berkumpul di sore hari di Ibu Kota, setelah sholat Jumat dan di tengah kehadiran polisi yang banyak. Sementara helikopter melayang di atas kepala.
"Saya berharap anak-anak dan cucu saya bisa hidup di Aljazair yang lebih baik daripada yang pernah saya alami," kata Khadidja, seorang pengunjuk rasa lain.
Dia mengatakan telah mengikuti setiap reli sejak yang pertama pada 22 Februari 2019. Para pengunjuk rasa, yang menuntut perombakan besar-besaran sistem pemerintahan sejak kemerdekaan Aljazair dari Prancis pada 1962, meneriakkan slogan-slogan yang menyerukan negara sipil, bukan militer.