REPUBLIKA.CO.ID, ALJIR -- Pemerintah Aljazair berencana membuat peraturan yang bisa mencabut kewarganegaraan seorang warga negara. Pencabutan kewarganegaraan dapat dilakukan bagi orang yang melakukan tindakan yang dinilai dapat sangat merusak kepentingan negara atau membahayakan persatuan nasional.
Pencopotan itu akan berlaku bagi orang-orang yang bergabung, membiayai atau mengagungkan organisasi teroris. Ketentuan baru itu berlaku juga untuk setiap orang yang berurusan dengan negara musuh.
Hal ini dijelaskan Kantor Perdana Menteri Aljazair dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan untuk membahas amandemen undang-undang kewarganegaraan dan masalah lainnya. Kantor Perdana Menteri menyebut ketentuan hukum tetap sesuai dengan konvensi internasional dan menjamin hak untuk mengajukan banding, tanpa memberikan perincian lebih lanjut tentang alasan di balik amandemen tersebut.
Banyak pihak berharap agat langkah itu bisa dibahas lagi nanti dalam rapat kabinet yang diketuai Presiden Abdelmadjid Tebboune. Badan Hak Asasi PBB menjelaskan sangat prihatin tentang memburuknya situasi hak asasi manusia di Aljazair dalam beberapa tahun ini.
Badan tersebut mengaku memiliki informasi tepercaya yang menunjukkan ada ratusan orang yang telah ditahan sejak protes jalanan yang menyebut diri mereka pro-demokrasi. Juru Bicara Badan Hak Asasi PBB Rupert Colville memperingatkan akibat demonstrasi yang berlangsung dari 2019 hingga 2020, ada 2.500 orang yang ditahan. Ia menerima laporan sekitar 1.000 orang telah dituntut karena berpartisipasi dalam gerakan Hirak atau karena unggahan di media sosial yang mengkritik pemerintah.