REPUBLIKA.CO.ID, DUBLIN -- Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Coveney akan bertemu dengan Presiden Iran Hassan Rouhani di Teheran pada Ahad (7/3), dalam perannya sebagai fasilitator Dewan Keamanan PBB untuk membahas perjanjian nuklir. Perjanjian nuklir yang akan dibahas itu disepakati pada 2015 oleh Iran dan negara-negara besar dunia. Namun rusak di tengah jalan.
Iran sejauh ini menolak untuk mengambil bagian dalam pertemuan dengan negara-negara kekuatan dunia dan Amerika Serikat yang ditengahi oleh Uni Eropa. Pertemuan itu bertujuan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015.
Beberapa sumber Eropa pekan ini mengatakan bahwa Teheran telah memberikan tanda-tanda positif tentang kemungkinan untuk pembicaraan informal setelah beberapa negara Eropa membatalkan rencana untuk mengkritik Teheran di badan pengawas nuklir PBB -- Badan Energi Atom Internasional (IAEI).
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, yang juga akan bertemu dengan Coveney selama kunjungannya, pada Jumat (5/3) mengatakan Iran akan segera menyampaikan rencana tindakan yang "konstruktif".
"Irlandia adalah pendukung kuat JCPOA. Dalam peran kami sebagai fasilitator, Irlandia ingin mempertahankan dialog yang erat dengan semua aktor, dan mendorong semua pihak untuk kembali sepenuhnya mematuhi perjanjian," kata Coveney dalam sebuah pernyataan.
Irlandia yang merupakan anggota Uni Eropa pada Januari mengambil posisi sebagai salah satu dari 15 anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara tersebut telah ditunjuk sebagai fasilitator -- untuk pembicaraan perjanjian nuklir Iran 2015 -- untuk Dewan Keamanan.
Trump menarik AS dari perjanjian nuklir itu pada 2018. Trump kembali menerapkan sanksi ke Iran. Teheran membalas dengan melanggar perjanjian lewat pengayaan uranium lebih besar. Iran siap berdialog asal AS mencabut sanksinya.
Sementara Inggris, Prancis, dan Jerman memutuskan untuk menangguhkan pengajuan resolusi yang mengkritik Iran di Badan Energi Atom Internasional pada Kamis (4/3). Langkah itu dilakukan untuk tidak merusak prospek diplomasi setelah apa yang disebut ketiga negara itu sebagai konsesi yang diperoleh dari Iran untuk menangani masalah perjanjian nuklir yang belum tertangani.