Ahad 07 Mar 2021 12:38 WIB

Thailand dan Vietnam Bersiap Pulangkan Warganya dari Myanmar

Thailand dan Vietnam telah mengatur penerbangan carter untuk mengangkut warganya.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Yudha Manggala P Putra
 Para pengunjuk rasa melarikan diri dari gas air mata yang diluncurkan oleh polisi selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 03 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menyerukan penghentian kekerasan dalam pertemuan pada tanggal 2 Maret sebagai protes berlanjut di tengah meningkatnya ketegangan di negara itu antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan.
Foto: EPA-EFE/NYEIN CHAN NAING
Para pengunjuk rasa melarikan diri dari gas air mata yang diluncurkan oleh polisi selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 03 Maret 2021. Menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menyerukan penghentian kekerasan dalam pertemuan pada tanggal 2 Maret sebagai protes berlanjut di tengah meningkatnya ketegangan di negara itu antara pengunjuk rasa anti-kudeta dan pasukan keamanan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Thailand dan Vietnam dilaporkan telah melakukan persiapan untuk membawa pulang warga negaranya dari Myanmar. Hal ini terjadi menyusul meningkatnya kekerasan aparat kepolisian kepada pengunjuk rasa damai penentang kudeta yang kian berani.

"Pemerintah Thailand telah mengatur dua penerbangan carter pada 12 dan 16 Maret untuk membawa pulang warganya," tulis keterangan Kedutaan Besar Kerajaan Thailand di Yangon dikutip dari Bernama, Sabtu (7/3).

Perkembangan situasi di Myanmar semakin memburuk setelah hari paling berdarah Rabu pihak aparat membunuh 38 pengunjuk rasa dengan dalih membubarkan mereka. Aksi massa pun tak terbendung masih berlanjut hingga Ahad (7/3).

Sementara itu, negara lain juga mempersiapkan penerbangan repatriasi untuk membawa pulang warganya dari negara yang dilanda protes tersebut. Vietnam telah mengatur dua penerbangan carter pada 11 Maret untuk membawa pulang 390 warganya dari Myanmar.

Sementara Singapura pada Kamis menyarankan warganya di sana untuk meninggalkan negara itu dengan cara komersial jika masih memungkinkan untuk melakukannya.

Militer Myanmar melancarkan kudeta pada dini hari 1 Februari, beberapa jam sebelum Parlemen ditetapkan untuk rapat. Militer yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing menahan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan anggota senior Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) lainnya.

Junta juga telah mengumumkan keadaan darurat satu tahun. Pihaknya secara sepihak berjanji untuk mengambil tindakan terhadap dugaan penipuan pemilih selama pemilihan umum 8 November, yang dimenangkan oleh partai NLD. Komisi Pemilihan umum Myanmar mengatakan, pemilihan dilakukan secara adil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement