REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo mengungkapkan, dia juga pernah diajak untuk mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat. Ajakan tersebut muncul sebelum Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) ditetapkan sebagai ketua umum versi kongres luar biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatra Utara.
Namun ia tak mengungkapkan siapa pihak yang mengajaknya melakukan kudeta. "Nanti visi yang dilakukan adalah kita mengganti AHY dulu, mosi tidak percaya, AHY turun. Setelah turun, baru pemilihan," ujar Gatot lewat video yang diunggah di akun Instagram-nya, Ahad (7/3).
Namun, ia menolak ajakan untuk mengambilalih kepemimpinan Partai Demokrat. Salah satu alasannya adalah sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang merupakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.
"Saya Pangkostrad dipanggil oleh SBY ke Istana 'Kamu akan saya jadikan Kepala Staf Angkatan Darat'. Karena saya terima kasih atas penghargaan ini dan akan saya pertanggungjawabkan," ujar Gatot.
Gatot mengatakan, SBY merupakan sosok yang telah membantunya meraih prestasi di dunia militer. Hal itulah yang membuat ia menolak ajakan untuk menggulingkan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Saya dibesarkan oleh dua Presiden. Satu Pak Susilo Bambang Yudhoyono, satu lagi Pak Joko Widodo, kan gitu. Terus saya membalasnya dengan mencongkel (kudeta) anaknya," ujar Gatot.
Sebelumnya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut bahwa Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko tak mencerminkan sikap kesatria. Tak segan, ia menyebut Moeldoko dan pelaku kudeta benar-benar tega melakukan ini kepada pihaknya.
"Hari ini sejarah telah mengabadikan apa yang terjadi di negara ini, banyak yang tercengang, banyak yang tidak percaya KSP Moeldoko bersekongkol dengan orang dalam, benar-benar tega dan dengan darah dingin melakukan kudeta ini," ujar SBY di kediamannya, Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jumat (5/3).
SBY menilai KSP Moeldoko justru hanya mendatangkan rasa malu bagi perwira yang pernah bertugas dalam jajaran Tentara Nasional Indonesia (TNI). SBY pun meminta maaf karena pernah menunjuk Moeldoko sebagai panglima TNI ketika dirinya menjabat sebagai presiden Republik Indonesia.
"Rasa malu dan rasa bersalah saya yang dulu beberapa kali memberikan kepercayaan dan jabatan kepadanya. Saya memohon ampun ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa atas kesalahan saya itu," ujar SBY.
Nawir Arsyad Akbar