REPUBLIKA.CO.ID, Siapa yang tidak kenal dengan pecel lele Lamongan? Kuliner kaki lima yang menyajikan hidangan ayam atau ikan disertai lalapan dan tak lupa dengan sambal khasnya tersebut sangat mudah ditemui di kota-kota di Indonesia. Namun, tak banyak yang tahu siapa orang dibalik pembuat spanduk khas yang dihiasi dengan beragam gambar hewan yang disajikan dalam hidangan menu tersebut.
Hartono (50 tahun) ialah sosok pelukis pembuat spanduk pecel lele Lamongan yang karyanya sudah tersebar hampir di seluruh Indonesia. Pada awalnya, Hartono merupakan pengusaha pecel lele Lamongan hingga pada akhirnya ia memanfaatkan bakat melukisnya itu untuk membuka peluang usaha baru. "Saya jualan pecel lele Lamongan dari tahun 1997 hingga tahun 2008," ucap Hartono.
Di tahun 2005 Hartono yang masih berkutat dengan usaha pecel lele Lamongan membutuhkan spanduk baru untuk warungnya. Disana ia terpikir untuk meminta bantuan temannya yang lebih dahulu berkutat di profesi pelukis spanduk pecel lele Lamongan. Namun, temannya menolak bantuan yang dimintai Hartono, karena ia yakin dengan bakat melukisnya Hartono bisa membuat spanduk sendiri.
Dengan berbekal bakat serta arahan dari temannya, Hartono melukis spanduk untuk warungnya sendiri. Hingga akhirnya pada tahun 2008, Hartono memilih untuk gantung panci dan fokus dengan usaha lukis spanduk pecel lele lamongan. "Setelah jaringan mulai luas dan memiliki 700 orang klien, saya berani untuk tutup warung untuk serius di usaha lukis spanduk, Alhamdulillah sekarang terbukti sudah lebih dari 4.000 spanduk pecel lele Lamongan bikinan saya tersebar dari Aceh sampai Papua," ujar Hartono.
Setiap karyanya Hartono memasang tarif Rp 130.000 hingga Rp 150.000 per meter, tergantung kualitas kain dan banyaknya gambar yang dibuat. Meskipun seiring majunya jaman banyak warung pecel lele yang mengganti spanduk lukis dengan banner, Hartono mengaku tidak takut bisnisnya tersaingi.
Menurutnya spanduk lukis merupakan sebuah identitas dan memiliki nilai seni tersendiri yang bisa memikat pelanggan untuk mendatangi warung pecel lele Lamongan. "Kalau spanduk lukis ini bisa awet sampai dua atau tiga tahun, beda dengan banner yang cepat rusak karena setiap habis jualan dilipat. Selain itu, gradasi warna dan bentuk-bentuk hewan yang dilukis di spanduk dengan tangan sendiri itu berbeda karena memiliki ciri khas tersendiri dari si pelukisnya," Kata Hartono.
Memasuki usianya yang sudah tidak muda, Hartono berharap profesi yang ditekuninya ini akan tetap ada regenerasinya di masa depan. Ia bercita-cita dalam beberapa tahun ke depan untuk kembali pulang ke Lamongan dan menularkan kemampuan yang dimilikinya kepada anak-anak muda di kampungnya. "Yang penting kalau mau berprofesi sebagai pelukis spanduk pecel lele Lamongan itu kuncinya harus sabar dan memiliki jiwa yang telaten," tutup Hartono.