REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Refly Harun menyarankan agar Istana memberikan sanksi tegas terhadap Moeldoko. Refly tak setuju dengan pendapat pemerintah jika konflik di Partai Demokrat adalah masalah internal.
"Ini semua sangat tergantung sikap pemerintah. Apa mau terlibat untuk kebaikan atau terlibat untuk tidak baik. kalau terlibat untuk kebaikan maka Moeldoko ditegur disarankan tak ambil kursi Demokrat," kata Refly pada Republika.co.id, Senin (8/3)
Refly menilai jika pemerintah mengambil opsi pertama maka kisruh Demokrat akan dituntaskan oleh pihak internal partai saja. Ia menyayangkan keterlibatan pihak eksternal yaitu Moeldoko dalam pusaran konflik Demokrat.
"Biarkan dinamika internal demokrat diselesaikan sendiri. Karena ini ada libatkan eksternal dan itu pejabat publik sehingga penyelesaian Demokrat tergantung mereka (pemerintah) sendiri," ujarnya.
Refly tak sependapat dengan pemerintah yang menganggap masalah Demokrat hanya urusan partai. Masalah itu tak bisa disebut urusan internal partai karena melibatkan pihak eksternal, yang bahkan punya posisi strategis di pemerintahan. Refly meyakini masalah Demokrat akan diselesaikan lebih baik jika tak ada Moeldoko di dalam pusarannya.
"Tidak bisa disebut masalah internal karena ada eksternal. Porsi pemerintah memperingatkan Moeldoko. Moeldoko adalah urusan pemerintahan. Kalau ditegur apalagi diancam sanksi dikeluarkan karena bersikeras jadi ketum Demokrat maka masalah akan diselesaikan lebih baik oleh benar-benar internal Demokrat," ucap Refly.
Kepala KSP Moeldoko akhirnya ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam KLB, Jumat (5/3). Kubu Ketua Umum Demokrat AHY dan Ketua MTP Demokrat SBY menyatakan KLB itu ilegal karena tak sesuai AD/ART partai.
Keputusan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat periode 2021-2026 dibacakan oleh mantan kader Demokrat yang baru saja dipecat, Jhoni Allen. Pengangkatan Moeldoko sontak mengundang reaksi keras kubu Cikeas hingga menggelorakan "perang mencari keadilan".