REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perairan Indonesia merupakan jalur transportasi yang strategis, karena dilalui oleh kapal-kapal barang dari negara-negara Asia maupun Eropa menuju ke Asia Tenggara maupun Australia, ataupun sebaliknya. Selain itu, perairan Indonesia terletak di antara negara-negara produsen minyak di bagian barat dan negara-negara konsumen di bagian timur.
"Namun posisi strategis ini, selain menguntungkan juga mengandung risiko berupa dampak negatif dari kemungkinan terjadinya tumpahan minyak," demikian disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Andi Hartono, saat membuka secara daring penyelenggaraan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Menuju Pengesahan OPRC Convention, Aspek Hukum dan Penerapannya, bertempat di Hotel De Paviljoen, Bandung, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Senin (7/8).
Andi mengatakan, penyelenggaraan kegiatan di perairan, baik laut maupun sungai, yang meliputi kegiatan pelayaran, kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi, serta kegiatan lainnya, mengandung risiko terjadinya musibah yang berpotensi mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak yang dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan perairan.
“Untuk menanggulangi hal tersebut, tentunya diperlukan suatu sistem tindakan penanggulangan yang cepat, tepat, dan terkoordinasi,” ujarnya.
Dalam menanggulangi permasalahan inilah, Andi menjelaskan, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut tengah berupaya untuk melakukan pengesahan International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Co-operation, 1990 (OPRC) ke dalam Hukum Nasional.
“Oleh karena itulah hari ini kami telah mengundang para ahli untuk berbagi informasi dan pengalaman terkait kegiatan penanggulangan tumpahan minyak di laut, khususnya pada aspek koordinasi antar pihak terkait, termasuk mengenai aturan, prosedur pelaksanaan, penanggung jawab operasi dan biaya, termasuk klaim penggantian,” ujar Andi.
Andi menegaskan, Pemerintah Indonesia terus melakukan upaya untuk menanggulangi permasalahan terkait tumpahan minyak di laut. Antara lain dengan selalu memastikan kesiap-siagaan setiap Pelabuhan dengan melakukan verifikasi rutin mengenai kesiapan operator dalam menanggulangi pencemaran minyak di laut dengan memastikan Prosedur, Peralatan dan Sumber Daya Manusia (SDM) di tempat tersebut memiliki kemampuan untuk menanggulangi pencemaran minyak yang mungkin terjadi, sesuai dengan tingkat risiko di tempat tersebut.
“Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, yang memiliki tugas untuk melaksanakan koordinasi penyelenggaraan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut tingkatan Tier 3/Nasional. Selain itu, Tim tersebut juga bertugas untuk memberikan dukungan advokasi kepada setiap orang yang mengalami kerugian akibat tumpahan minyak di laut,” ujarnya.