REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden bidang sosial Angkie Yudistia mengatakan cara menghadapi perundungan, khususnya bagi perempuan sebaiknya jangan dibalas dengan emosi. Sebab, jika dibalas dengan emosi ditakutkan terjadi pertengkaran yang tidak bisa dihindari.
Sebaliknya, Angkie menyarankan untuk perempuan membalas perundungan dengan karya. Menurutnya, perempuan harus memiliki etika dalam bersikap ketika terjadi perundungan kepada dirinya.
"Jadi gimana caranya, itu kita tunjukkan dengan etika. Sebagai perempuan kita punya etika, kalau memang kita mau membalas perundungan itu kita punya etika. Bagaimana itu? Ya tentu dengan karya. Enggak apa-apa kita tidak bisa melawan saat ini juga, tapi kita sebagai perempuan bisa berproses," kata Angkie, dalam webinar Perempuan Pemimpin dan Kesetaraan Gender, Senin (8/3).
Selain itu, ketika merasa kesal karena perundungan jangan dipendam sendirian. Menurut Angkie, emosi itu harus diungkapkan namun harus pada tempatnya.
Berbicara kepada orang yang dipercaya bisa menjadi jalan keluar untuk meringankan beban emosional yang dirasakan saat dirundung. Namun, ia mengingatkan jangan sampai ketika emosi kemudian mengungkapkan semuanya di media sosial. "Karena jejak digital itu tidak akan bisa hilang. Jadi curhatlah kepada orang yang membuat kita percaya," kata dia lagi.
Selanjutnya, seseorang yang mengalami perundungan perlu membangun kepercayaan diri. Ia menganalogikan pertumbuhan diri manusia seperti kupu-kupu. Angkie mengatakan, kupu-kupu adalah hewan yang indah, namun untuk menjadi bentuk akhirnya tersebut perlu proses. "Sama seperti kita saat remaja. Kita membutuhkan proses untuk menjadi perempuan dewasa," kata Angkie menjelaskan.
Lebih lanjut, Angkie mengungkapkan perundungan terjadi karena ketidakstabilan emosi. Emosi remaja yang tidak stabil membuat semua yang ada di pikirannya harus dikeluarkan, akhirnya ia menindas orang lain.