REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPC PDI Perjuangan Kendal, Jawa Tengah, Ahmad Suyuti disebut menerima uang sejumlah Rp 2 miliar dari hasil fee pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19. Nama Suyuti disebut dalam sidang lanjutan dua terdakwa, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja dalam perkara suap terkait penunjukan perusahaan penyedia bansos sembako Covid-19 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/3).
Disebutnya nama Suyuti bermula saat mantan PPK Kemensos, Matheus Joko Santoso yang dihadirkan sebagai saksi dikonfirmasi jaksa terkait adanya penyerahan sejumlah uang di Bandara Halim Perdanakusuma saat Mantan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara hendak pergi ke Semarang. "Apakah saudara tahu ada penyerahan yang ke Semarang?" tanya Jaksa KPK, Muhammad Nur Aziz kepada Joko.
"Saya coba sampaikan (rincian) di sini, untuk peneyerahan ke pak Menteri melalui Pak Adi (Adi Wahyono) (Rp) 8,4 miliar, diberikan bertahap Rp 2 miliar uang untuk apa kurang tahu diminta untuk serahkan saja, kemudian Rp 3 miliar saya sampaikan di ruang pak Adi juga informasinya untuk bayar pengacara, kemudian Rp 1,4 miliar saya sampaikan di ruang pak Adi, lalu Rp 2 miliar saya sampaikan di Bandara Halim waktu itu mau tugas ke Semarang, saya sampaikan ke Pak Adi di parkiran," ungkap Joko.
Jaksa lalu mengonfirmasi hal yang sama ke mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Adi Wahyono yang juga dihadirkan sebagai saksi. "Tadi Pak Adi mengatakan untuk operasional. Apakah ada dari penggunaan operasional tersebut di luar untuk kegiatan Kementerian, artinya untuk kegiatan pribadi Juliari sendiri?" tanya Jaksa .
"Saya tidak tahu," jawab Adi.
"Apa diberikan ke Ahmad Suyuti?" cecar jaksa lagi.
"Saya tidak tahu dalam proses penyerahan di situ. Tugas saya hanya menyerahkan (uang) di Bandara," ujar Adi.
"Atas perintah siapa yang penyerahan (uang) di bandara?" tanya jaksa lagi.
"Pak Menteri," jawabnya.
Mendengar jawaban Adi, Jaksa lalu memutarkan percakapan telepon antara Adi dengan Suyuti. Dalam percakapan itu, disebut kalimat 'ada titipan dari Pak Menteri'.
Kepada Jaksa, Adi mengaku bahwa arti dari kalimat 'ada titipan dari Pak Menteri' hanyalah berarti sesuatu yang hendak diberikan ke Ahmad Suyuti dari Juliari. Namun, dia mengaku tidak jadi menyerahkan ke Ahmad Suyuti langsung lantaran Juliari mengadakan kunjungan ke Semarang.
"Artinya memang mau dikirimkan, tapi terus tiba-tiba ada kunjungan kerja," jelasnya.
"Artinya betul ada penyerahan uang ke Pak Ahmad Suyuti ya?" tanya jaksa.
"Saya pernah ketemu waktu istirahat di KPK ketemu Pak Yuti. Sisanya menyerahkan uang, kalo melalui Semarang melalui Pak Eko," jawabnya.
Menurut Adi, hubungan Juliari dengan Ahmad Suyuti akrab. Sebab, Juliari sebelum menjabat sebagai Mensos merupakan adalah Caleg DPR Dapil I Jateng yang meliputi Kendal.
"Secara persis saya tidak tahu (hubungan Suyuti dan Juliari), hanya pak Menteri kan Dapilnya Jateng I, meliputi Kabupaten Kendal, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, sama Salatiga," terang Adi.
Dalam perkara ini Harry Van Sidabukke didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono, dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp 1,28 miliar. Suap diberikan karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 sebanyak 1.519.256 paket.
Sedangkan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap Juliari, Adi, dan Matheus senilai Rp 1,95 miliar. Ketiganya menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115 ribu paket.