Pengamat: Kenapa Jokowi Diam Moeldoko Bikin Kisruh Demokrat?
Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko yang bukan kader ditunjuk sebagai ketum Demokrat versi KLB abal-abal di Deli Serdang, Sumut, Jumat (5/3). | Foto: Antara/Endi Ahmad
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menduga pihak Istana terlibat dalam upaya Jenderal (Purn) Moeldoko merebut kursi ketua umum (ketum) Partai Demokrat. Apalagi Moeldoko hingga saat ini masih berstatus sebagai kepala staf presiden (KSP) yang merupakan lingkaran ring 1 Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pangi amat meragukan jika manuver Moeldoko yang merupakan bagian penguasa tidak diketahui oleh pihak Istana. Terlebih, Demokrat sudah jauh hari memberi sinyal akan keterlibatan Moeldoko dalam upaya pengambilalihan paksa hingga benar-benar menjadi kenyataan.
"Dengan membiarkan Moeldoko bikin ribut di partai Demokrat menjadi indikasi kuat adanya keterlibatan Istana dalam persoalan ini," kata Pangi dalam siaran pers kepada Republika di Jakarta, Senin (8/3).
Pangi menilai pihak Istana mestinya memecat secara tidak hormat Moeldoko dari posisinya sebagai KSP lantaran mencoreng wajah Presiden Jokowi sekaligus membebani Istana. Namun ia menyayangkan pasifnya Istana dalam masalah ini seakan mensinyalkan restu pada Moeldoko.
"Istana diam dan tidak ada kata-kata, pikiran, empati dari presiden, presiden paket hemat, enggak bunyi membiarkan orang dalam istana bikin keributan di rumah tangga orang lain," ujar Pangi.
"Campur tangan (Istana) semacam ini adalah ancaman serius bukan hanya bagi partai Demokrat tapi ini adalah lonceng kematian bagi demorasi kita," lanjut Pangi.
Pangi mengusulkan jika Istana serius menangani konflik Demokrat, pemecatan Moeldoko bukan satu-satunya solusi. Pihak Istana juga disarankan menyakinkan tidak ada dualisme kepengurusan dan kepemimpinan di Demokrat.
"AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) ketua umum sah, dengan menolak memberikan legitimasi, menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak ikut aturan AD/ART partai yang sudah didaftarkan pada lembar dokumen negara tahun 2020," ucap Pangi.