REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Eks Menteri Sosial Juliari P Batubara, Dion Pongkor, mengatakan, dua saksi yang dihadirkan pada sidang lanjutan perkara suap terkait penunjukan perusahaan penyedia bansos sembako Covid-19, Senin (8/3) kemarin, memberi keterangan yang tidak konsisten. Dua saksi tersebut, yakni Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Dirjen Linjamsos) Kementerian Sosial (Kemensos) Pepen Nazaruddin dan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial (Sekjen Kemensos) Hartono Laras.
Keduanya bersaksi untuk dua orang terdakwa, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja. "Ketidakkonsistenan dua saksi itu yang merupakan alat bukti yang digunakan KPK untuk menjerat mensos Juliari Batubara menunjukkan bahwa fakta itu sebenarnya patut diduga tidak terjadi," kata Dion dalam keterangannya, Selasa (9/3).
Dion mengatakan, kuasa hukum menolak dan membantah adanya arahan dari kliennya terkait operasional bansos. Ia mengatakan, menurut Adi Wahyono dan Matius Joko Santoso, pungutan yang mereka lakukan kepada para vendor pelaksana bansos adalah atas perintah menteri Juliari.
Namun, Dion mengatakan, keterangan para saksi berubah-ubah mengenai melakukan konfirmasi kepada Juliari terkait arahan pungutan operasional bansos. Kedua saksi mengaku telah melakukan konfirmasi kepada Juliari setelah mendengar adanya laporan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementrian Sosial (Kemensos) Adi Wahyono terkait arahan untuk melakukan pungutan terhadap Bansos.
Kesaksian ini berbeda dari keterangan pada Rabu (3/3) pekan lalu. Kala itu, Pepen dan Hartono mengaku tak pernah mengonfirmasi ke Juliari terkait arahan pungutan operasional Bansos dan hanya tahu informasi tersebut dari mulut Adi Wahyono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos.
"Yang menjadi pertanyaan kami, manakah fakta yang sebenarnya terjadi. Apakah mereka melakukan konfirmasi mengenai pungutan kepada menteri atau tidak melakukan konfirmasi sama sekali?" kata Dion.
"Jangan-jangan, informasi adanya arahan tersebut tidak ada sama sekali sehingga mereka akhirnya hanya mengarang cerita," kata Dion.
Dalam perkara ini, Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 sebanyak 1.519.256 paket.
Sedangkan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso senilai Rp1,95 miliar karena menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket.
Atas perbuatannya, Harry dan Ardian dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.