REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Deputi Komisioner Kementerian Luar Negeri China untuk Hong Kong Song Ru’an mengatakan, rencana Beijing mengubah sistem elektoral Hong Kong diperlukan untuk menutup 'celah yang jelas terlihat'. Menurut Song rencana ini juga akan melindungi peran Hong Kong di masyarakat internasional.
Pada Selasa (9/3) Song mengatakan, rencana China untuk merancang sistem pemilu yang baru di Hong Kong adalah urusan internal China. Rencana perombakan sistem pemilihan Hong Kong ini diumumkan dalam Kongres Nasional Rakyat (NPC) pekan lalu.
Tujuannya untuk memastikan hanya mereka yang dianggap 'patriot' yang berkuasa di kota itu. Hal ini menandakan Beijing sudah tidak mentolerir segala bentuk pembangkangan.
Pengumuman ini disampaikan setelah China menindak keras aktivis demokrasi dan memperketat kendali di Hong Kong. Pada Jumat (5/3) lalu Wakil Ketua Dewan NPC Wang Chen mengumumkan China akan mengubah cara bagaimana dewan elektoral Hong Kong dibentuk.
Seperti dikutip dari BBC, pemerintah China akan memberikan wewenang baru pada komite elektoral terhadap lembaga pembentuk undang-undang Hong Kong atau Dewan Legislatif (LegCo). Komite elektoral yang berisi pro-Beijing dapat mencalonkan dan memilih 'sebagian besar' kandidat anggota LegCo.
Chen tidak memberikan detailnya tapi media setempat melaporkan jumlah kursi LegCo yang saat ini berjumlah 70 akan bertambah. Anggota baru akan dipilih oleh komite elektoral. Hal ini akan mengurangi proporsi anggota LegCo yang dipilih langsung oleh warga.
Wang mengatakan, perubahan ini akan memperbaiki apa yang ia sebut sebagai 'celah' dalam sistem elektoral Hong Kong. Menurutnya celah tersebut membuat aktivis demokrasi yang mengadvokasi kemerdekaan kota Hog Kong bisa menjadi anggota LegCo.
Langkah ini dilakukan setelah pemerintah pusat China mengimplementasikan undang-undang keamanan nasional. Kritikus menilai Beijing menggunakan undang-undang itu untuk menekan oposisi dan menindak keras aktivis. Pekan lalu polisi mendakwa 47 aktivis pro-demokrasi dengan undang-undang tersebut.
Hong Kong yang pernah menjadi koloni Inggris bagian dari wlayah China tapi dengan kerangka 'dua sistem, satu negara'. Artinya mereka memiliki sistem hukum sendiri dan hak-hak sipil seperti kebebasan berbicara dan pers.