Selasa 09 Mar 2021 12:16 WIB

Tim Kajian UU ITE Minta Masukan Ferdinand Hutahaean

Deputi Kemenko Polhukam meminta masukan praktisi medsos soal revisi UU ITE.

Rep: Antara/Ronggo Astungkoro / Red: Erik Purnama Putra
Ek Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean (tengah).
Foto: Republika TV/Nugroho Habibi
Ek Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengundang praktisi media sosial (medsos) dan kalangan aktivis untuk menghimpun data dan masukan dari berbagai pihak terkait UU Nomor 11 Tahun 2008 tersebut.

Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo mengatakan, mereka yang terkonfirmasi hadir melalui saluran virtual pada Selasa (9/3), antara lain Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto, Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid, dan Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu.

Selain itu, peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar, Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani, dan sejumlah pegiat sosial media seperti Deddy Corbuzier dan Ferdinand Hutahaean. Khusus Hutahaean adalah eks politikus Partai Demokrat.

"Akan ada dua sesi pertemuan yang akan kami selenggarakan. Ini menyangkut narasumber yang kita kelompokkan dalam kelompok aktivis atau masyarakat sipil atau praktisi di antaranya yang sudah menyampaikan kesanggupan untuk hadir kira-kira ada 16 orang," kata Sugeng dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa. (Baca: Henry Subiakto Ditunjuk Jadi Ketua Sub Tim 1 Kaji UU ITE)

Rinciannya, tujuh orang menyampaikan kesediaannya hadir pada sesi pertama, dan lainnya pada sesi kedua mulai pukul 13.30 WIB. Sebagai informasi, tim Kajian UU ITE sebelumnya telah melakukan pertemuan dengan para terlapor dan pelapor. Berbagai masukan diterima, salah satunya menekankan pentingnya edukasi terhadap pengguna ruang digital.

"Pertama saya ingin menggambarkan bahwa ruang digital harus tetap dijaga supaya tetap sehat beretika dan produktif namun tetap berkeadilan," kata Sugeng yang juga deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenkopolhukam.

Kedua, lanjut dia, harus ada edukasi terhadap pengguna ruang digital. "Terkait dengan profesi wartawan itu diharapkan apabila ada hal yang terkait dengan tulisan-tulisan dari kawan-kawan wartawan maka mestinya diterapkan undang-undang pers dan bukan undang-undang ITE," jelas Sugeng.

Dia menambahkan, hingga saat ini, tim masih terus bekerja dan menggali berbagai informasi untuk memperkaya masukan yang diterima. Menurut Sugeng, tim terus bekerja menggali berbagai keterangan dari semua sumber yang telah dimasukkan di dalam daftar, yang jumlahnya cukup banyak.

"Mudah-mudahan nantinya setelah para pihak ini dimintai keterangan kita sudah semakin jelas, sebenarnya tim kajian undang-undang ITE ini khususnya yang menjadi tugas dari sub dua itu perlu atau tidak dilakukan revisi," kata Sugeng.

Sesuai dengan keputusan Menko Polhukam Mahfud MD No.22 tahun 2021, yang dikeluarkan pada bulan Februari lalu, Tim Kajian UU ITE akan bekerja selama dua bulan dan direncanakan akan menyerahkan seluruh laporan pada 22 Mei mendatang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement