REPUBLIKA.CO.ID, KASHMIR – Ratusan pengungsi Rohingya melarikan diri dari kamp bantuan di wilayah Jammu, Kashmir yang dikelola India pada Ahad (7/3). Mereka melarikan diri karena takut ditahan oleh otoritas pemerintah dan menjadi imigran ilegal.
Pihak berwenang telah menempatkan mereka di pusat pertahanan yang didirikan berdasarkan pemberitahuan pemerintah pada 5 Maret lalu. Seorang polisi yang enggan disebut namanya mengonfirmasi perkembangan para pengungsi Rohingya. Proses identifikasi imigran ilegal kata dia telah diambil usai mendapat persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri India.
“Semua detail kewarganegaraan, sejak mereka menetap di sini dan total anggota keluarga sedang dikumpulkan untuk melakukan proses verifikasi. Setelah proses hukum, para imigran yang tidak memegang dokumen yang sah telah dikirim ke tempat penampungan dan akan dideportasi kembali,” kata dia.
Salah seorang pengungsi, Dil Mohammad khawatir atas tindakan pemerintah India. Dia tinggal bersama keluarganya di daerah Kiryani Tallab, Jammu selama 10 tahun terakhir.
“Saya telah tinggal di sini sejak 2010 dan berkali-kali polisi datang untuk verifikasi. Tapi ini pertama kalinya kami ditahan,” kata Mohammad kepada Anadolu Agency.
Dil termasuk salah seorang pengungsi yang melarikan di pada Ahad untuk mencari tempat yang aman. “Kami tidak punya tempat untuk pergi. Kondisi kami semakin buruk. Jika pemerintah India ingin kami pergi, setidaknya mereka harus membuat pengumuman,” ujar dia.
Polisi datang ke kampnya pada Ahad dan mulai menahan orang-orang. Anadolu Agency mencoba menghubungi Komisaris Distrik Sushma Chauhan dan Inspektur Jenderal Polisi (Jammu Range), Mukesh Singh untuk dimintai komentar. Sayangnya, mereka tidak menanggapi.
Pemimpin Komunitas Rohingya, Mohammad Haneef mengatakan mereka tertekan dengan perkembangan tersebut. Menurut Haneef, ada lebih dari 6.000 pengungsi yang tinggal di 39 kamp di wilayah Jammu.
“Kami tertekan sekarang. Kami tidak dapat mengetahui apa yang terjadi,” kata Haneef. Ribuan pengungsi Rohingya telah tinggal di wilayah Jammu sejak 2007 ketika mereka mulai meninggalkan Myanmar.
Wakil Direktur Kelompok Kemanusiaan berbasis di New Delhi untuk hak Rohingya, Ali Johar mengatakan dia juga menerima telepon dari para pengungsi untuk menyelamatkan anggota keluarga mereka. “Kami telah menerima masukan bahwa sebagian besar anggota laki-laki telah ditahan. Namun, ada juga laporan penahanan perempuan, anak-anak, dan orang tua,” ucap dia.
Johar tidak tahu apa yang menjadi penyebabnya. Akan tetapi, dia tahu semua pengungsi memiliki kartu identitas dari Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).
Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang mayoritas wanita dan anak-anak melarikan diri dari Myanmar. Mereka menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
Dilansir Anadolu Agency, Selasa (9/3), berdasarkan laporan dari Ontario International Development Agency (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar. Lebih dari 34 ribu pengungsi Rohingya dilempar ke dalam api, lebih dari 114 ribu lainnya dipukuli, dan sebanyak 18 ribu wanita diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar.