REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah laporan dari satuan tugas yang dibentuk untuk menyelidiki kerusuhan di gedung Kongres AS, Capitol Hill merekomendasikan peningkatan keamanan dan pembentukan pasukan reaksi cepat di ibu kota Amerika Serikat (AS). Hal itu menyusul temuan bahwa petugas kepolisian Capitol kurang siap untuk menghadapi serangan yang terjadi pada 6 Januari lalu.
Laporan setebal 15 halaman yang dipimpin oleh pensiunan Letnan Jenderal Angkatan Darat AS Russel Honore, juga merekomendasikan peningkatan kemampuan dan pelatihan intelijen Kepolisian Capitol. Kelompok satuan tugas itu secara luas mengkritik kesiapan departemen Kepolisian Capitol menjelang serangan pada 6 Januari. Diketahui, ketika itu para pendukung mantan Presiden Donald Trump menggeruduk Capitol dan menuntut pembatalan sertifikasi resmi kongres terkait kemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden.
"Polisi Capitol kekurangan staf, perlengkapan tidak efisien dan tidak cukup terlatih untuk mengamankan Capitol," kata laporan itu, dilansir Aljazirah, Selasa (9/3).
"Hanya segelintir orang di United States Capitol Police (USCP) yang memiliki pelatihan intelijen yang signifikan dan Divisi Koordinasi Intelijen dan Antar-Lembaga (IICD) yang kekurangan staf tidak memiliki pengalaman, pengetahuan, dan proses untuk memberikan dukungan intelijen terhadap ancaman domestik yang muncul," kata laporan itu.
Laporan tersebut mencatat bahwa Washington adalah tujuan wisata terkemuka, tempat untuk banyak kegiatan Amandemen Pertama yang damai (mengacu pada hak konstitusional kebebasan berbicara), dan target bernilai tinggi bagi teroris asing atau ekstremis domestik. Namun, Washington tidak memiliki pasukan reaksi cepat untuk menangani krisis.