Selasa 09 Mar 2021 14:54 WIB

Demonstran Myanmar yang Terjebak Aparat Berhasil Lolos

Ribuan orang mengabaikan jam malam untuk menggelar protes di distrik Sanchaung

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Para pengunjuk rasa di jalan utama Mandalay, Myanmar, Minggu, 7 Maret 2021. Aksi kekerasan di Myanmar meningkat ketika pihak berwenang menindak protes terhadap kudeta 1 Februari lalu.
Foto: AP
Para pengunjuk rasa di jalan utama Mandalay, Myanmar, Minggu, 7 Maret 2021. Aksi kekerasan di Myanmar meningkat ketika pihak berwenang menindak protes terhadap kudeta 1 Februari lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Aktivis Myanmar mengatakan, ratusan pengunjuk rasa yang terjebak petugas keamanan di Distrik-Distrik kota Yangon berhasil membebaskan diri. Pengunjuk rasa dapat keluar setelah negara-negara Barat dan PBB mendesak pemerintah militer membiarkan mereka pergi.

Ribuan orang mengabaikan jam malam untuk menggelar protes di distrik Sanchaung, Yangon. Polisi melepaskan tembakan dan menggunakan granat kejut untuk membubarkan massa dan mengumumkan akan menghukum siapa pun yang bersembunyi di distrik tersebut.

Baca Juga

Aktivis Shar Ya Mone mengatakan ia bersembunyi di dalam sebuah gedung bersama 15 hingga 20 orang lainnya. Kini ia sudah berhasil keluar. "Banyak tumpangan mobil gratis dan orang-orang yang menyambut pengunjuk rasa," kata Shar Ya Mone seperti dikutip Channel News Asia, Selasa (9/3).

Aktivis itu berjanji untuk terus menggelar unjuk rasa 'sampai pemerintahan diktator berakhir'. Pengunjuk rasa lainnya mengunggah di media sosial mereka sudah berhasil keluar dari distrik yang dijaga ketat petugas keamanan sekitar pukul 05.00 pagi.

Organisasi hak asasi manusia mengatakan polisi telah menangkap lebih dari 50 orang di distrik Sanchaung. Polisi melakukan penggeledahan di distrik tersebut.

Langkah militer merebut paksa kekuasaan dari pemerintahan sah Aung San Suu Kyi memicu gejolak politik. Sejauh ini kekerasan pasukan keamanan telah menewaskan 60 pengunjuk rasa. Polisi juga menangkap lebih dari 1.800 orang.

Pemerintah militer menghalangi media meliput krisis politik yang sedang terjadi. Mereka mencabut lisensi lima media setempat yakni   Mizzima, DVB, Khit Thit Media, Myanmar Now dan 7Day News.

"Perusahaan-perusahaan media ini tidak lagi diizinkan menyiarkan atau menulis atau memberikan informasi menggunakan platform media apa pun atau menggunakan teknologi media apa pun," kata stasiun televisi milik pemerintah MRTV.

Lima media itu melakukan liputan unjuk rasa yang menuntut militer mengembalikan kekuasaan ke pemerintah sipil. Mereka kerap melakukan siaran langsung melalui internet. Pada Senin (8/3) kemarin kantor Myanmar Now digerebek polisi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement