Rabu 10 Mar 2021 07:07 WIB

CIPS: Bulog Harusnya Maksimalkan Beras Petani Sebelum Impor

CIPS menilai produksi beras petani dapat dimanfaatkan untuk CBP yang dikelola Bulog

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja mengecek kualitas gabah kiriman dari petani di Gudang Perum BULOG di Kampung Legok, Serang, Banten. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan, Bulog perlu memaksimalkan penyerapan beras dari petani sebelum memutuskan untuk mengimpor beras. Memasuki masa panen di bulan Maret hingga April 2021, produksi beras dalam negeri dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Bulog.
Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman
Pekerja mengecek kualitas gabah kiriman dari petani di Gudang Perum BULOG di Kampung Legok, Serang, Banten. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan, Bulog perlu memaksimalkan penyerapan beras dari petani sebelum memutuskan untuk mengimpor beras. Memasuki masa panen di bulan Maret hingga April 2021, produksi beras dalam negeri dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Bulog.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, Bulog perlu memaksimalkan penyerapan beras dari petani sebelum memutuskan untuk mengimpor beras.

Memasuki masa panen di bulan Maret hingga April 2021, produksi beras dalam negeri dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Bulog.

Sementara itu, izin impor yang akan dikeluarkan oleh pemerintah dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dari masih kurangnya pasokan beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama untuk cadangan bencana maupun krisis pangan.

“Pemerintah dapat memaksimalkan penyerapan beras dari petani karena berdasarkan data BPS, terdapat peningkatan produksi di tahun 2020 kalau dibandingkan dengan 2019," kata Felippa dalam Siaran Pers CIPS, diterima Republika.co.id, Rabu (10/3).

Ia mengatakan, impor akan kurang bijak kalau dilakukan di masa panen raya. Pergerakan harga beras dari waktu-waktu seharusnya bisa dijadikan salah satu acuan dalam menentukan perlu tidaknya impor beras.

BPS mencatat, produksi beras tahun 2020 mencapai 31,63 juta ton atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar sebesar 31,31 juta ton. BPS menyebut angka produksi tersebut diperoleh dari luas panen padi 2020 mencapai 10,79 juta hektare atau mengalami kenaikan 108,93 ribu hektare atau 1,02 persen dibandingkan luas panen tahun 2019 yang sebesar 10,68 juta hektare.

Felippa menambahkan, eksekusi impor beras dapat mempertimbangkan berbagai faktor, seperti ketersediaan pasokan di dalam negeri, hasil panen dan juga harga beras internasional yang sedang murah.

"Perlu dipertimbangkan bahwa proses impor memakan waktu yang lama, dari pembelian hingga distribusinya," katanya.

Ia mengatakan, izin impor yang sudah dikeluarkan dapat digunakan sewaktu-waktu dalam merespons permintaan dalam negeri. Antisipasi bertambahnya permintaan beras dari dalam negeri perlu dilakukan menjelang datangnya Bulan Ramadan dan juga Idul Fitri.

Selain itu, ketersediaan pasokan beras yang mencukupi juga merupakan bentuk antisipasi atas kemungkinan krisis pangan akibat pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 telah menimbulkan kerawanan pangan bagi banyak masyarakat Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement