REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Isra Miraj secara singkat dapat diartikan perjalanan Rasulullah Muhammad SAW, atas kehendak dan kekuasaan Allah SWT, pada suatu malam dengan waktu yang singkat dengan mengendara buraq dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsa (Isra) dan dari Masjid Al-Aqsa naik ke Sidratul Muntaha (Miraj) untuk kemudian menerima perintah sholat.
Apa sebenarnya Sidratul Muntaha itu? Apa saja yang dialami Rasulullah ketika dibawa ke Sidratul Muntaha? Dan apakah Rasulullah melihat dzat Allah ketika menerima perintah sholat?
Berikut penjelasan pakar tafsir Alquran yang juga Dosen Quranic Studies Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Bayt Quran Jakarta, Ustadz Dr Syahrullah Iskandar, MA melalui pesan singkat yang diterima Republika,co.id pada Selasa (9/3).
Menurut Syahrullah, kata Sidratul Muntaha tersebut sekali dalam Alquran, yaitu dalam surat An Najm ayat 14. Kata Sidratul Muntaha adalah kata majemuk yang terdiri dari sidrah yang berarti sejenis pohon rindang dan muntaha yang bermakna tempat terakhir. Secara kebahasaan, gabungan keduanya bermakna tumbuhan atau pohon sidrah yang tak terlampaui.
Dia mengatakan sidrah memang sejenis pohon yang kita di Indonesia mungkin menyebutnya dengan pohon bidara. Tentu saja, hakikatnya berbeda dengan yang kita ketahui ataupun bayangkan. Keterbatasan pengetahuan manusia tidak akan mampu menjangkau hakikatnya.
Dalam sejumlah riwayat, kata Syahrullah, digambarkan daunnya lebar dan rindang, dan keindahannya sulit untuk dibahasakan. Sejumlah riwayat sahih lainnya menyatakan bahwa Sidratul Muntaha berada di langit ke enam, ada juga yang menyebutnya di langit ketujuh. Alquran tidak menjelaskan secara tegas tentang Sidratul Muntaha ini, kecuali dari sejumlah riwayat sahih tentangnya.
“Kita harus meyakini bahwa Sidratul Muntaha itu ada, namun mengetahui deksripsi detailnya bukanlah sebuah keharusan,” kata dia.
Dia mengutip penjelasan Imam al-Nawawi yang menjelaskan alasan penamaan Sidratul Muntaha karena pengetahuan malaikat berakhir sampai di tempat itu, dan tidak ada lagi yang melampauinya kecuali Nabi Muhammad SAW.