Kejari Purwokerto Ungkap Kasus Penyelewengan Bantuan UMKM
Rep: Eko Widiyatno/ Red: Fernan Rahadi
Uang (ilustrasi). | Foto: pixabay
REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Kejaksaan Negeri Purwokerto mengungkap dugaan kasus penyelewenangan bantuan dana UMKM yang disalurkankan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta & PKK) Kementerian Tenaga Kerja. Adanya dugaan kasus penyelewengan tersebut diungkapkan Kepala Kejaksaan Negeri Purwokerto Sunarwan kepada wartawan, Selasa (9/3) malam.
Dalam keterangan pers yang berlangsung sekitar pukul 22.45 tersebut, kejaksaan menunjukkan sejumlah barang bukti tumpukan uang ratusan ribu senilai Rp 470 juta. "Ini merupakan sisa uang dari bantuan UMKM yang masih belum digunakan," jelasnya.
Selain barang bukti uang tersebut, Kajari juga menyatakan menyita sejumlah barang bukti berupa 48 stempel kelompok UMKM penerima bantuan, buku tabungan BRI dari 48 kelompok UMKM, dan sejumlah barang bukti lainnya. "Semua barang bukti tersebut, kami amankan dari seorang warga Desa Sokawera Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas berinisial AM," jelasnya.
Mengenai apa kedudukan AM dalam kasus tersebut, Kejari hanya menyebutkan identitas AM sesuai KTP yang tertulis pekerjaan swasta. Namun orang tersebut bukan orang yang masuk sebagai anggota atau ketua kelompok yang seharusnya menerima bantuan.
Selain AM, Kejari menyebutkan, ada lagi orang berinisial MT, warga Cilongok, yang juga bukan menjadi anggota kelomppok UMKM. Namun dalam penyelidikan kasus tersebut, Kejari menyatakan, pihaknya masih belum menetapkan tersangka. "Kami masih melakukan pemeriksaan untuk menetapkan tersangkanya," katanya.
Menurutnya, penyelidikan kasus tersebut berawal dari informasi yang berasal dari kalangan UMKM penerima bantuan yang diterima Kejari Purwokerto sejak tiga pekan terakhir. Dalam penyelidikan tersebut, diketahui dalam program bantuan UMKM yang disalurkan Ditjen Bina Penda Kemenaker, ada sebanyak 48 UMKM yang seharusnya mendapat bantuan. "Bantuan tersebut diberikan bagi UMKM sebagai modal usaha dalam rangka program bantuan dampak pandemi Covid-19," katanya.
Dalam program tersebut, masing-masing UMKM mendapat bantuan Rp 40 juta sehingga total keseluruhan dana bantuan yang disalurkan bagi seluruh UMKM di Banyumas mencapai Rp 1,92 miliar. Bantuan tersebut langsung ditransfer ke rekening masing-masing kelompok sejak 1 Desember 2020. "Sampai pelaksanaan transfer, prosesnya berjalan lancar sampai semua kelompok UMKM mendapat transfer ke rekening masing-masing," jelasnya.
Yang menjadi masalah, saat pencarian dana bantuan tersebut dilakukan oleh masing-masing ketua kelompok, ternyata ada orang lain yang sudah menunggu pencairan tersebut. Oleh orang tersebut, dana yang dicairkan kemudian diminta dengan alasan untuk koordinasi kegiatan lebih lanjut.
Namun hingga sebulan sejak dana dicairkan, dana tersebut tidak juga diserahkan pada masing-masing kelompok UMKM. Pihak kejaksaan menduga, dana tersebut digunakan untuk kepentingan di luar usaha produktif yang seharusnya dilaksanakan dalam program bantuan tersebut.
Kajari Sunarwan menyebutkan, dalam pemeriksaan kasus tersebut, pihak kejaksaan telah melakukan pemeriksaan terhadap 14 ketua kelompok dan dua orang di luar anggota kelompok. Terkait kasus tersebut, Kajari mengaku masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap kasus tersebut. "Para tersangka dalam kasus ini, nantinya akan kami sangkakan dengan Pasal 2 dan 3 Undang- undang Tindak Pidana Korupsi," jelasnya.