Kamis 11 Mar 2021 02:05 WIB

WHO: Satu dari Tiga Perempuan di Dunia Jadi Korban Kekerasan

Menurut WHO, suami atau pasangan adalah pelaku yang paling umum

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Logo dan gedung kantor pusat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, 15 April 2020 (diterbitkan ulang 21 Januari 2021). Presiden AS Joe Biden pada jam-jam pertama menjabat menandatangani beberapa perintah eksekutif yang membalikkan kebijakan pendahulunya termasuk tentang pandemi virus corona, perjanjian iklim Paris, dan tembok perbatasan kontroversial Trump.
Foto: EPA-EFE/MARTIAL TREZZINI
Logo dan gedung kantor pusat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, 15 April 2020 (diterbitkan ulang 21 Januari 2021). Presiden AS Joe Biden pada jam-jam pertama menjabat menandatangani beberapa perintah eksekutif yang membalikkan kebijakan pendahulunya termasuk tentang pandemi virus corona, perjanjian iklim Paris, dan tembok perbatasan kontroversial Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Laporan baru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyatakan satu dari tiga perempuan di seluruh dunia telah menjadi korban kekerasan seksual atau fisik selama hidup mereka. Pemerintah diminta untuk mencegah kekerasan dan meningkatkan layanan bagi korban terlebih lagi dengan adanya pandemi virus corona.

Badan PBB tersebut merilis penelitian pada Selasa (9/3) mendesak pemerintah untuk mengatasi ketidaksetaraan ekonomi yang sering membuat perempuan dan anak perempuan terjebak dalam hubungan yang merugikan. Anak laki-laki harus diajari di sekolah tentang perlunya saling menghormati dalam hubungan dan persetujuan bersama dalam seks.

Baca Juga

Dikutip dari Aljazirah, sekitar 31 persen perempuan berusia 15-49 tahun atau sekitar 852 juta perempuan, pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual. WHO menyatakan hasil tersebut menjadi studi terbesar yang pernah ada dengan mencakup data dan survei nasional dari 2000-2018.

"Kekerasan terhadap perempuan mewabah di setiap negara dan budaya, menyebabkan kerugian bagi jutaan perempuan dan keluarga mereka, dan telah diperburuk oleh pandemi Covid-19," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Dengan dimulainya pandemi virus korona setahun yang lalu, keterpaparan perempuan terhadap kekerasan telah meningkat karena orang-orang dipaksa untuk tinggal di rumah dengan pelaku. Sementara akses ke sistem dukungan formal dan informal, seperti teman, keluarga besar, rekan kerja telah terhapus atau terganggu.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement