REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- “yaitu di Sidratul Muntahà saat mikraj.” (QS An-Najm: 14).
Dalam Tafsir al-Munir karya Wahbah Zuhayli ditulis bahwa menurut pendapat banyak kalangan ulama, sidratul muntaha adalah sebatang pohon di langit ketujuh. Namun dalam hadits shahih lainnya dikatakan bahwa id terletak di langit keenam.
“Disitulah penghujung ilmu dan batas penamat pengetahuan makhluk. Tidak ada siapapun yang mengetahui apa yang ada dibaliknya,” tulisnya yang dikutip Republika.
Lebih lanjut al-Zuhaily mengutip riwayat Bukhari dari Anas, yang mengatakan, “Kemudian ia (Jibril) membawa baginda (Rasulullah) ke lapisan (langit) lebih tinggi yang hanya Allah SWT mengetahui ketinggiannya, sehingga sampai ke Sidratul Muntaha untuk menemui Sang Khalik. Lantas Rasulullah menghampiri Allah SWT yang mewahyukannya perintah sholat 50 waktu.”
Dalam pendapat yang lebih rajih, diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Zar bahwa beliau bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Wahai Nabi, adakah engkau melihat Tuhanmu?” Nabi SAW menjawab, “Aku melihat cahaya.”
Mengenai Sidratul Muntaha, al-Zuhaily menuliskan bahwa tidak ada penjelasan detail mengenai tempat, sifat, atau penggambarannya melainkan seperti yang terdapat dalam Al-quran maupun hadits shahih yang diriwayatkan Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud yang mengatakan, “Tatkala Nabi SAW diisra’kan, Nabi sampai ke sidratul Muntaha. Beliau berada di langit ketujuh, disitulah pemberhentian akhir apa-apa saja yang naik dari bumi, dan disitu pula bermulanya apa-apa yang akan turun dari langit.”
Sumber:
https://quran.kemenag.go.id/sura/53