REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Vaksin Covid-19 buatan China dan Rusia mulai dilirik oleh sejumlah negara. Vaksin Sinopharm dan Sinovac dari China dan vaksin Sputnik V dari Rusia telah disebarluaskan ke beberapa negara di Timur Tengah, benua Amerika, Afrika, dan Asia.
Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Mesir, Yordania, Irak, Serbia, Maroko, Hongaria, dan Pakistan telah menyetujui vaksin Sinopharm dari China. Pada pertengahan Januari, sebanyak 1,8 juta orang di UEA telah mendapatkan suntikan vaksin Sinopharm. Sementara, Bolivia, Indonesia, Turki, Brasil, dan Chile telah menyetujui vaksin dari China lainnya yaitu Sinovac. Rusia juga mulai mengirimkan vaksin Sputnik V ke sejumlah negara di Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin.
Awalnya vaksin dari China dan Rusia sempat dilarang di negara-negara Barat, karena persepsi bahwa tingkat kemanjuran mereka lebih rendah ketimbang vaksin yang diproduksi oleh Moderna, Pfizer-BioNtech, atau AstraZenca. Persepsi itu muncul dari fakta bahwa China dan Rusia adalah negara otoriter.
Jurnal medis The Lancet menunjukkan bahwa vaksin Sputnik V memiliki tingkat kemanjuran 91,6 persen. Hasil uji coba di UEA pada awal Desember menunjukkan bahwa vaksin Sinopharm memiliki tingkat kemanjuran 86 persen. Sementara hasil uji coba untuk vaksin Sinovac di beberapa negara menunjukkan tingkat kemanjuran yang berbeda. Misalnya saja di Turki tingkat kemanjurannya mencapai 91 persen, Indonesia 65 persen, dan Brasil 50,4 persen.
Temuan itu langsung menjadi berita besar di media internasional dengan membandingkan tingkat kemanjuran dengan vaksin buatan negara-negara Barat. Butantan Institute melakukan uji coba terhadap vaksin buatan China dengan tingkat kemanjuran 78 persen dalam mencegah gejala ringan hingga berat.