REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dibukanya pintu bagi investor asing masuk ke dalam sektor pengangkatan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) di Indonesia tidak serta merta disambut meriah pelaku lokal. Menurut salah satu pengusaha yang terlibat dalam angkat mengangkat temuan di dalam kapal kuno yang karam di Indonesia, pengusaha lokal harusnya diajak berbicara oleh pemerintah terkait aturan ini.
"Saya termasuk yang tidak setuju asing langsung masuk membiayai. Untuk apa? Kan ada pengusaha lokal!" kata Harry Satrio, sekretaris jenderal Asosiasi Perusahaan Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT Indonesia, Rabu (10/3).
Harry berbicara dalam webinar 'Nasib Warisan Budaya di Laut dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021', Rabu. Selain Harry, pembicara dalam webinar tersebut adalah para ahli arkeologi dari Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid, dan sejumlah anggota tim ahli cagar budaya. Turut berbicara juga pengajar hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta Prof Endang Sumiarni, dan Kepala Seksi BMKT Direktorat Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Zainab Tahir.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang mencuatkan isu soal 'harta karun' kapal tenggelam ini pekan lalu. Sebelumnya memang, investasi asing ke BMKT ini ditutup oleh pemerintah. Bahlil mengatakan, pemerintah membuka keran investor asing untuk masuk mencari BMKT di perairan Indonesia. Namun kemudian mantan menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencicit di dalam akun Twitternya meminta agar pemerintah membatalkan beleid investor asing bisa mengangkut 'harta karun' itu.
Menurut Harry, pihaknya sebagai pelaku usaha kini seolah menjadi korban dari pertarungan dua kementerian, yakni Kemendikbud dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Aturan soal riset pengawasan dan pemanfaatan BMKT memang berada di dua kementerian tersebut. Ia mendesak pemerintah melibatkan asosiasinya untuk beleid baru ini. "Mbok ya kami ini diajak ngobrol. Karena kami kan yang di lapangan," kata Harry.
Harry lalu mengisahkan, pengangkatan BMKT terakhir yang ia lkukan adalah pada 2015-2017. Ini masih mendapat izin kementerian. Harry mengangkat temuan kapal karam kuno di Perairan Riau. Ia resmi dan legal beroperasi. Sehingga, kata dia, anggapan bahwa perusahaan pengangkat BMKT itu pihak yang mencuri dan menjual harta itu tidak bisa ia terima.
Harry menegaskan ia amat setuju artefak BMKT tidak keluar dari Indonesia. Pengusaha, katanya, masih bisa mendapat laba dari berbagai usaha lain, selain melelang atau menjual temuan ke orang asing. "Banyak pemanfaatan yang bisa kami lakukan," kata dia.
Dilema BMKT dilelang di luar negeri adalah saat ia menemukan artefak tersebut dipamerkan. "Di Singapura ada pameran Tang Cargo yang isinya temuan dari perairan Indonesia, itu setiap hari dilihat turis di sana, padahal itu barang dari Indonesia," kata Harry, dengan nada gusar.
Selain itu, tanpa perusahaan asing pun perusahaan pengangkatan BMKT masih terlilit masalah hukum. Ia mengatakan kini ada lima perusahaan yang jadi korban hasil pengangkatan 'harta karun' yang belum juga ada penyelesaiannya dari pemerintah. Ia lantas meminta pemerintah memberikan solusi yang terbaik bagi semua pihak . "Karena perdagangan BMKT ini sangat menggiurkan secara komersial," katanya.