Kamis 11 Mar 2021 06:49 WIB

Uji Klinis I, Tak Ada Efek Samping Berat Vaksin Nusantara

Dalam proses uji klinis I, ada 31 subjek yang menjadi bagian dari penelitian.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Friska Yolandha
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro (tengah) didampingi Wamenkes Dante Saksono Harbuwono (kanan) dan Kepala Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman, Amin Soebandrio (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Rapat tersebut membahas tentang dukungan pemerintah terhadap pengembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro (tengah) didampingi Wamenkes Dante Saksono Harbuwono (kanan) dan Kepala Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman, Amin Soebandrio (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Rapat tersebut membahas tentang dukungan pemerintah terhadap pengembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim peneliti vaksin sel dendritik atau disebut vaksin Nusantara yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah melalui uji klinis tahap I. Dalam proses tersebut, ada 31 subjek yang menjadi bagian dari penelitian.

"Tak ada efek samping berat yang didapat dalam uji klinis fase satu. Hasil yang dinilai berupa safety atau keamanan dengan melihat efek samping, efikasi atau manfaat perlindungan dan hasil imunogenitas," ujar tim peneliti RSUP dr Kariadi Semarang, dr Muchlis Achsan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (10/3).

Baca Juga

Ia menjelaskan, 14,2 persen subjek mengalami gejala lokal ringan, seperti nyeri, gatal, dan bengkak pada titik penyuntikan. Sementara 39,2 persen subjek mengalami reaksi sistemik ringan. 

Kemudian, 65,6 persen subjek mengalami keluhan derajat ringan, tapi tidak ditemukan efek yang serius setelah pemberian vaksin. Adapun dari sisi imunogenitas atau efikasi, pihaknya melihat adanya peningkatan yang konsisten di semua panel pemeriksaan.

"Tidak ditemukan kejadian serious adverse event pada seluruh objek vaksinasi," ujar Muchlis.

Untuk saat ini, pihaknya masih menunggu keputusan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang tengah mempermasalahkan uji praklinis vaksin Nusantara. Namun, ia menilai penelitian pihaknya sudah dapat masuk uji klinis tahap II.

"Menurut kami perlu dilanjutkan dengan uji klinis fase dua dengan subjek yang lebih besar," ujar Muchlis.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX itu, juru bicara program vaksinasi Covid-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia menjelaskan, pihaknya sangat berhati-hati dalam mengizinkan penelitian atau uji coba vaksin. BPOM sendiri mempersoalkan antigen yang diimpor dari AIVITA Biomedical, yang terlibat dalam penelitian vaksin Nusantara.

"Kami harus memastikan keamanannya dan dia sudah tidak terkandung dalam sel dendritik, oleh karena itu kami meminta dilakukan uji preklinik pada hewan," ujar Lucia.

Saat para peneliti vaksin Nusantara memastikan bahwa mereka tak ingin melakukan uji pada hewan karena sudah banyak penelitian sebelumnya terkait sel dendritik, BPOM memberikan sejumlah opsi. Salah satunya mengizinkan penelitian pertama untuk tiga subjek saja.

"Kami sangat berhati-hati, first in human ini harus benar-benar dipastikan ini aman dan kami meminta pengujian apakah ada residu antigen di dalam sel dan kritiknya," ujar Lucia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement