REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Seluas 5.000 hektare lahan di areal Perhutani Indramayu, Jawa Barat, dalam kondisi kritis. Untuk mengatasinya, upaya rehabilitasi terus dilakukan.
Administratur Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Perhutani Indramayu, Asep Saepudin, menyebutkan, lahan kritis itu tersebar di sejumlah lokasi. Seperti di Sanca, Haurgeulis dan Cikawung. Selama ini, kata dia, Perhutani Indramayu bekerja sama dengan masyarakat untuk melakukan tumpang sari di atas lahan kayu putih dan jati.
Dalam kerja sama itu, masyarakat memiliki kewajiban memelihara tanaman pokok. Namun, dalam beberapa kejadian, masyarakat justru mengabaikan pemeliharaan terhadap tanaman pokoknya. Akibatnya, terjadi banyak kematian pada tanaman pokok.
"Penyebab lahan kritis lainnya akibat kebakaran hutan yang memang hampir tiap tahun terjadi," tukas Asep, di sela penanaman pohon bersama PWI Perwakilan Indramayu, di Petak G31 Kecamatan Terisi, Kamis (11/3).
Selain itu, lanjut Asep, illegal logging juga menyebabkan tegakan yang sudah ditanam di lapangan menjadi rusak. Kondisi tersebut turut menyumbang terjadinya lahan kritis.
"Untuk mengatasi lahan kritis, setiap tahun kami lakukan rehabilitasi sekitar 2.000 hektare," ujar Asep.
Asep menambahkan, pihaknya juga melihat perkembangan di lapangan. Jika memang ada tanah kosong, maka akan dilakukan penanaman kembali.
Selain itu, upaya pemeliharaan juga dilakukan. Yakni, dengan penyulaman, babat jalur hingga pengamanan dari kegiatan kebakaran dan pencurian pohon.
Asep menyebutkan, secara keseluruhan, luas wilayah hutan yang berada dibawah pengelolaan Perhutani Indramayu ada sekitar 40.700 hektare. Lahan itu terdiri dari hutan lindung, tanaman jati serta kayu putih.
Khusus untuk tanaman kayu putih, KPH Perhutani Indramayu memiliki target produksi daun kayu putih sekitar 5 ribu ton. Produksi kayu putih itu untuk menyuplai pabrik minyak kayu putih.
Sedangkan untuk tanaman jati, tahun ini hanya mencapai sekitar 400 meter kubik. Pasalnya, sesuai ketentuan, umur tanaman minimal 20 tahun baru bisa ditebang.