REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi X DPR RI telah menyerahkan hasil laporan Panitia Kerja (Panja) Peta Jalan Pendidikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menurut hasil kajian Panja, setidaknya ada enam aspek yang harus dilakukan dekonstruksi yaitu filosofis, yuridis, sosiologis, prosedur kebijakan dan tata kelola pendidikan, anggaran dan keterlibatan masyarakat.
"Panja sudah menyampaikan secara lisan dan menyerahkan dokumen aslinya, ada 315 halaman," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, dihubungi Republika, Kamis (11/3).
Di dalam aspek filosofis, salah satu yang diusulkan Panja adalah memasukkan substansi filsafat pendidikan, terutama dalam hal penggalian potensi diri yang menyatu dengan Tuhan, sesama manusia, alam, dan lainnya. Pendidikan tidak boleh jauh dari akar budaya bangsa dan dimensi sejarah Indonesia.
Panja juga mengusulkan agar Kemendikbud melakukan kajian mendalam mengenai profil Pelajar Pancasila. Sebab menurut pakar, di dalam terminologi Pelajar Pancasila mengandung kontradiksi sehingga berpotensi mereduksi subsantsi Pancasila.
Di dalam laporannya, Panja juga meminta agar pendidikan karakter harus berkaitan dengan nilai agama, tradisi budaya nusantara, aspek historis, dan pemikiran tokoh-tokoh. Konsep soal Merdeka Belajar juga harus mengacu pada konsep asalnya dari Ki Hajar Dewantara yang menekankan pada kemandirian belajar.
Masa pemberlakukan peta jalan pendidikan juga harus ditinjau kembali agar bisa berlangsung lebih lama yaitu 2045. Sebelumnya di dalam pra konsep peta jalan yang disusun Kemendikbud hanya sampai tahun 2035. Tahun 2045 dianggap sesuai dengan masa waktu 100 tahun Indonesia.
Lebih lanjut, Fikri juga menekankan agar Kemendikbud memperbaiki pola komunikasi dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan. "Sehingga setiap kebijakan pendidikan dapat dipahami secara baik dan tepat oleh masyarakat seperti terkait tidak adanya frasa agama dalam peta jalan pendidikan," kata dia lagi.