'Isra Miraj Momentum Perkuat Komitmen Perjuangan Bangsa'
Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Isra Miraj | Foto: MGIT03
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isra miraj adalah suatu peristiwa yang spektakuler yang harus dipahami dengan deretan peristiwa sebelumnya. Maka harus dilihat sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW yang mulai berdakwah dari usia 40 tahun meskipun mendapatkan tantangan dan intimidasi dari masyarakat kafir Quraisy tetap berjuang mendakwahkan Islam.
"Sehingga kalau dikaitkan dengan bangsa Indonesia, hikmah Isra Miraj ini memiliki kesamaan dalam perjuangan dulu melawan kolonialisme, yang membuat kondisi masyarakat Indonesia ini selalu dihantui dengan kecemasan dan ketakutan. Alhamdulillah hasil dari perjuangan para santri, para kyai, dan para tokoh masyarakat di Indonesia, Allah memberikan suatu anugerah, yaitu kemerdekaan," ujar Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ali M Abdillah di Jakarta, Rabu (10/3).
Kyai Ali menambahkan bahwa semua kesulitan sebelum Isra miraj tersebut dirasakan oleh nabi pada periode perjuangan dakwah di Makkah. Di mana pada akhir periode di Makkah ini nabi diuji oleh Allah SWT karena dua orang yang selama ini membantu perjuangan nabi yaitu pamannya Abu Thalib dan istri tercintanya Siti Khadijah meninggal dunia.
"Di fase ini nabi secara kemanusiaan mendapatkan ujian yang cukup luar biasa, di mana tahun tersebut disebut sebagai tahun huzni (tahun kesedihan nabi). Tapi pada tahun kesedihan nabi ini, beliau kemudian mendapatkan hadiah yaitu peristiwa Isra dan Miraj itu," kata Ali.
Oleh karena itu menurutnya, peristiwa Isra dan Miraj ini hadiah dari Allah kepada nabi setelah berjuang selama kurang lebih 13 tahun di Makkah hingga istrinya meninggal dunia. Maka menurut peristiwa tersebut harusnya dipahami oleh generasi penerus bangsa Indonesia untuk menghargai perjuangan nabi dahulu sebagaimana perjuangan bangsa indonesia menghadapi penjajahan di masa lalu. Terutama dalam melawan radikalisme dan terorisme yang ingin merusak keutuhan bangsa.
"Sudah tugas kita sebagai generasi penerus bangsa untuk menjaga warisan kemerdekaan ini dari para pendiri bangsa. Karena dengan menjaga NKRI, pancasila dan UUD 1945 inilah perekat seluruh elemen bangsa. Jangan sampai hal ini dikhianati, apalagi dengan mengambil ideologi dari orang luar yang belum pernah teruji kemudian di uji coba disini," jelas pria yang juga sebagai Ketua Pengurus Wilayah Mahasiswa Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyin (MATAN) DKI Jakarta itu.