Jumat 12 Mar 2021 12:36 WIB

Ini Strategi PLN Dalam Konversi PLTD ke EBT

Pada tahap pertama PLN akan mengkonversi 200 PLTD ke EBT.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) punya proyek mengkonversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang ada menjadi pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Foto: Antara/Olha Mulalinda
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) punya proyek mengkonversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang ada menjadi pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) punya proyek mengkonversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang ada menjadi pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT). Rencananya, konversi ini akan terbagi menjadi tiga tahap.

Direktur Megaproyek PLN M Ikhsan Asaad menjelaskan tahap pertama PLN akan mengkonversi 200 PLTD. Nantinya 200 PLTD ini akan diubah menjadi pembangkit surya dan juga beberapa akan dipadukan dengan baterai. Ia mengatakan perlu backup baterai untuk pembangkit yang dikoversi ke Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

"Sebab PLTS ini kan tantangannya intermiternnya itu, jadi memang kita akan back up dengan baterai. Saat ini memang tantangannya baterainya masih mahal. Tapi ke depan semakin maju teknologi maka semakin murah dan makin kompetitif," ujar Ikhsan, Jumat (12/3).

Untuk tahap 2, kata Ikhsan, pada tahun depan PLN akan mengkonversi 500 PLTD yang ada. Meski begitu, Ikhsan mengatakan untuk 500 PLTD tahun depan ini masih dikaji oleh PLN, EBT apa yang cocok.

Sedangkan di tahap 3 yaitu di tahun 2023 PLN akan mengkonversi 1.300 PLTD. "Tahap 2 dan 3 memang kita tidak pasang semuanya PLTS. Tapi tergantung potensi daerah masing masing seperti apa," tambah Ikhsan.

Ikhsan merinci tantangan dalam konversi ini, pertama untuk PLTS sendiri ia mengaku masalah lahan juga masih menjadi tantangan. "Kalau 1 MW itu aja butuh 1 hektare. Makanya kami juga coba manfaatkan waduk dan danau buatan yang di bawah PUPR agar bisa menjadi PLTS terapung," tambah Ikhsan.

Sedangkan untuk beberapa daerah yang remote, ia melihat ada potensi air yang bisa digunakan. Maka, pembangunan PLT Mini Hydro bisa saja dipakai di daerah terpecil meski memang tantangannya adalah infrastruktur pembangunan karena di wilayah remote.

Sedangkan untuk PLTP sendiri, potensinya sangat besar kata Ikhsan. Namun biaya investasi yang tidak sedikit dan resiko yang tinggi membuat PLN harus benar benar menghitung peluang dan risikonya.

Sedangkan untuk pembangkit listrik tenaga bayu/angin (PLTB), kata Ikhsan, memang di Indonesia yang di tepi pantai punya potensi pengembangan pembangkit tenaga angin. Hanya saja, kata Ikhsan perlu juga dihitung seberapa stabil kecepatan anginnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement