REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sebanyak 45 negara meminta Rusia untuk membebaskan kritikus Kremlin Alexei Navalny dari tahanan. Mereka juga menuntut penyelidikan atas kasus peracunan Navalny pada tahun lalu.
Dalam pernyataan yang dibacakan oleh Polandia kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa mengatakan bahwa, tindakan otoritas Rusia terhadap Navalny tidak dapat diterima dan bermotif politik. Sebanyak 45 negara tersebut sebagian besar adalah negara-negara Eropa, Australia, Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Jepang.
Navalny, seorang kritikus terkemuka Kremlin dipenjara selama dua setengah tahun karena dugaan pelanggaran pembebasan bersyarat terkait kasus penggelapan. Navalny mengatakan, tuduhan yang dilayangkan kepadanya tidak benar dan memiliki alasan politik.
“Kami menyerukan kepada Federasi Rusia untuk pembebasan Navalny segera dan tanpa syarat, dan membebaskan semua mereka yang ditahan secara tidak sah atau sewenang-wenang, termasuk untuk menggunakan hak mereka atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai, kebebasan berpendapat dan berekspresi, dan kebebasan beragama atau berkeyakinan," ujar pernyataan bersama tersebut.
"Kami juga prihatin dengan banyaknya penangkapan sewenang-wenang terhadap pengunjuk rasa yang menyatakan dukungan mereka untuk Navalny di hampir seluruh kota di Rusia," tambah pernyataan itu.
Duta Besar Inggris, Julian Braithwaite mengatakan, Rusia telah bertindak sangat memalukan karena Navalny telah dipenjara sementara kasus peracunannya tidak diselidiki. Pada Jumat (12/3) pengacara Navalny mengatakan bahwa kliennya telah dipindahkan dari penjara di wilayah Vladimir. Hingga kini belum diketahui kemana Navalny dipindahkan.
Pakar hak asasi manusia PBB mengatakan pada 1 Maret bahwa, Rusia harus disalahkan atas upaya untuk membunuh Navalny. Dia menyerukan penyelidikan internasional atas kasus keracunannya. Moskow membantah telah meracuni Navalny dan tidak ada bukti kuat yang mendukung tuduhan itu.
Amerika Serikat dan Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi kepada individu dan entitas Rusia atas kasus Navalny. Kremlin menyebut sanksi itu tidak masuk akal, tidak dapat dibenarkan, dan tidak memiliki dampak nyata apa pun.
"Pernyataan hari ini seharusnya menjadi awal dari pengawasan dan tindakan Dewan yang lebih besar untuk mengakhiri tindakan keras," kata John Fisher dari Human Rights Watch yang berbasis di New York.