REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Virologi dan Imunologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), dr Mohammad Saifudin Hakim menilai vaksinasi tahap kedua untuk masyarakat lanjut usia (Lansia), dan tahap pertama bagi penyandang disabilitas dapat mengurangi risiko terburuk akibat Covid-19. Meski begitu, menurutnya edukasi terkait vaksin tetap harus dilakukan agar program vaksinasi berjalan sesuai dengan rencana.
"Iya, akan mengurangi manifestasi Covid-19 berat pada kelompok berisiko tinggi," ujar Pakar Virologi dan Imunologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), dr Mohamad Saifudin Hakim, Jumat (12/3/2021).
Meski pemerintah sudah membuat standar operasional prosedur (SOP), sehingga dampak vaksin bisa diminimalisir, namun masih ada kelompok rentan yang takut divaksin. Menurut Saifudin, program vaksinasi tidak akan berjalan sesuai rencana jika ada yang masih menolak divaksin.
"Iya, diharapkan ada edukasi terus-menerus kepada kelompok masyarakat yang masih takut atau menolak untuk vaksinasi tanpa alasan medis yang bisa dibenarkan," ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah terus belanja vaksin, tidak hanya dari satu negara produsen, tapi dari berbagai negara. Menurut Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Abidin Fikri, apa yang dilakukan Pemerintah Indonesia itu bukan untuk menghindari kemungkinan embargo dari negara produsen.
"Itu bukan soal embargo, soal ketersediaan. Jadi, ini bukan embargo ya. Memang pemerintah harus berinisiatif, karena kan semua negara butuh vaksin. Jadi ya harus proaktif," kata Abidin Fikri dalam keterangan tertulis.
Jadi, kata dia, pemerintah memang harus lebih cepat mendatangkan vaksin dari negara-negara produsen. "Jadi ya siapa yang bisa melakukan pembicaraan dengan negara yang produksi vaksin, dia akan lebih baik," kata legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur IX ini.
Sehingga, dia menilai apa yang dilakukan pemerintah terkait mendatangkan vaksin dari banyak negara sudah tepat. "Tepat dong. Karena banyak negara yang sampai sekarang belum dapat vaksin," tuturnya.
Dia pun memberikan contoh Malaysia hingga kini belum mendapatkan vaksin Covid-19 dari negara produsen. "Rakyat Malaysia mempertanyakan juga kepada pemerintahnya kenapa belum dapat, bahkan ada 130 negara ya kalau tidak salah belum dapat, jadi Indonesia masih beruntung nih, dengan kecepatan berkomunikasi dengan negara-negara yang memproduksi vaksin," katanya.
Di samping itu, dia menilai inovasi-inovasi di dalam negeri perlu didorong. "Seperti yang disampaikan Pak Presiden bahwa prakarsa inovasi itu tentu harus didorong secara baik, tapi tetap harus memenuhi standar keilmuan, karena ada aspek kehati-hatian, mutu, khasiat, dan lain sebagainya kan, harus diuji secara benar, jadi bukan asal vaksin, nah itu juga sama perlakuan terhadap vaksin-vaksin yang dari luar," pungkasnya.