Sabtu 13 Mar 2021 07:15 WIB

Turki dan Mesir Mulai Lakukan Kontak Diplomatik

Hubungan Turki dan Mesir memburuk setelah kudeta Muhammad Mursi.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Teguh Firmansyah
 Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Foto: AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki dan Mesir baru saja melakukan kontak diplomatik pertama mereka sejak memutuskan hubungan pada 2013. Hal ini dijelaskan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu.

“Kami memiliki kontak baik di tingkat intelijen maupun kementerian luar negeri dengan Mesir.  Kontak tingkat diplomatik telah dimulai, "kata Cavusoglu dilansir dari Anadolu, Jumat (21/3).

Baca Juga

Anadolu juga mengutip pernyataan Cavusoglu bahwa kurangnya kepercayaan adalah normal pada tahap awal pembicaraan. Setiap pihak juga mengajukan prasyarat. “Untuk itu, negosiasi sedang berlangsung dan dilanjutkan dengan strategi tertentu, semua sedang berproses,” katanya.

Hubungan antara Mesir dan Turki memburuk setelah kudeta militer yang dipelopori oleh Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi saat menggulingkan Presiden Muhammad Mursi yang didukung Ankara pada 2013. Turki dan Mesir kemudian saling mengusir Duta Besar satu sama lain dan menurunkan derajat hubungan mereka.

Erdogan telah berulang kali menyebut al-Sisi sebagai "presiden putchist" yang dianggapnya bertanggung jawab atas kematian ribuan warga sipil. Tetapi pemimpin Turki itu tidak banyak bicara tentang al-Sisi akhir-akhir ini sambil mengurangi bahasanya pada berbagai urusan internasional.

Saingan regional

Kedua kekuatan regional tersebut juga telah memperdebatkan berbagai masalah lain, termasuk perang di Libya. Keduanya mendukung pihak yang bersaing, dan sengketa maritim di Mediterania Timur.

Di Libya, Turki telah mendukung Pemerintah yang berbasis di Tripoli dan menandatangani perjanjian kerja sama militer dengannya pada 2019. Langkah ini untuk membantu perang melawan Tentara Nasional Libya jenderal pemberontak Khalifa Haftar, yang didukung oleh Mesir, antara lain.

Sementara itu, Cavusoglu mengatakan awal bulan ini bahwa Ankara siap merundingkan perjanjian maritim baru untuk Mediterania Timur dengan Kairo. Ia menyebut bahwa Turki juga siap untuk meningkatkan hubungan dengan Uni Emirat Arab - salah satu saingan regional terbesarnya - serta Arab Saudi.

“Kami telah melihat lebih banyak pesan positif akhir-akhir ini dari Abu Dhabi. Kami toh tidak punya masalah dengan mereka, tapi mereka punya masalah dengan kami.  Kami sekarang melihat pendekatan yang lebih moderat dari mereka,"ujarnya.

Hubungan Turki dengan Arab Saudi memburuk setelah pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di konsulat Istanbul di Riyadh pada 2018. Namun Cavusoglu mengatakan bahwa Turki tidak memperlakukan kematian sebagai masalah bilateral.  “Mereka mengubahnya menjadi masalah bilateral, tapi kami tidak pernah menuduh pemerintah Arab Saudi, "tuturnya.

Pengadilan Turki yang mengadili 26 tersangka Saudi atas pembunuhan Khashoggi bulan ini menolak untuk mengakui laporan Amerika Serikat yang menyalahkan Putra Mahkota kerajaan Mohammed bin Salman (MBS) atas pembunuhan tersebut.

Laporan AS yang tidak diklasifikasikan mengatakan, Washington memiliki alasan untuk menyimpulkan bahwa MBS "menyetujui" operasi pembunuhan. "Kami tidak melihat alasan untuk tidak meningkatkan hubungan dengan Arab Saudi," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement