Sabtu 13 Mar 2021 16:05 WIB

Babak Baru: Perang Vaksin AS vs China

Indonesia berpotensi sangat diuntungkan dari perang vaksin ini.

Vaksin Johnson & Johnson
Foto: Johnson & Johnson via AP
Vaksin Johnson & Johnson

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom Indef Dradjad Wibowo menyebut ada babak baru perang dingin AS dengan sekutunya melawan China dalam hal perang vaksin. Negara-negara ASEAN dan Pasifik menjadi ajang perang vaksin tersebut.

"Saran saya, pemerintah Indonesia memanfaatkan perang vaksin ini semaksimal mungkin bagi kesehatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Indonesia berpotensi sangat diuntungkan dari perang vaksin ini,” kata Dradjad kepada Republika.co.id, Sabtu (13/3)..

Diceritakannya, kemarin 4 negara yang bergabung dalam Quad memutuskan berkomitmen mengirim 1 milyar dosis vaksin Johnson & Johnson (J&J) ke ASEAN dan Pasifik hingga akhir 2022.  Keempat negara itu adalah AS, Jepang, Australia dan India. Quad ini semacam G7 atau APEC, dibentuk tahun 2007, dengan tujuan meng-counter  pengaruh global dan regional China.

Padahal, kata Dradjad, China sangat aktif meluaskan pengaruhnya ke berbagai negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. OBOR menjadi salah satu alatnya. Dan di tengah pandemi ini, vaksin menjadi alat perluasan pengaruh yang sangat efektif.

Ambisi geopolitik dan wilayah China juga sangat jelas di kawasan regional, mulai dari Laut China Selatan hingga perbatasan dengan India dan Jepang. Ditambah isu demokrasi di Hongkong, perlakuan  terhadap Uigur dan sebagainya, maka AS dan sekutunya semakin keras berusaha meng-counter pengaruh China.

Berbeda dengan Presiden Trump yang memakai diplomasi koboi, menurut Dradjad, Presiden Biden memilih mengaktifkan kembali aliansi AS dengan para sekutunya untuk membatasi pengaruh China. Ini strategi diplomasi yang memang baku bagi para Presiden AS.

Itu sebabnya Quad diaktifkan kembali. Apalagi, kata Dradjad, India adalah produsen vaksin terbesar di dunia. Jadi, teknokogi AS (dan Belanda), uang Jepang, jaringan logistik Australia dan kapasitas produksi vaksin India dimanfaatkan maksimal di sini.

Vaksin J&J dipilih karena paling cocok dengan kondisi ASEAN dan Pasifik. Vaksin ini kadang disebut sebagai vaksin Janssen karena dikembangkan oleh Janssen, yaitu anak perusahaan J&J di Leiden, Belanda.

Vaksin ini jenisnya sama dengan AstraZeneca/Oxford dan Sputnik V, memakai vektor Adenovirus. Bedanya, AstraZeneca memakai sel simpanse, Janssen memakai sel manusia.

"Saya sebut cocok karena vaksin ini tidak perlu disimpan dalam kondisi beku. Jadi tidak perlu pendingin yang mahal dan menyulitkan bagi negara sedang berkembang,” kata Dradjad yang juga Ketua Dewan Pakar PAN.

Vaksin Janssen, lanjutnya, bahkan cukup disuntikkan sekali, sehingga cocok sekali bagi rakyat kebanyakan yang mungkin merasa repot jika harus dua kali antri vaksinasi.

Uji klinis fase 3 vaksin ini, menurut Dradjad, melibatkan sekitar 43 ribu relawan, jauh lebih banyak dari yang dilakukan Sinovac untuk vaksin CoronaVac. Efikasinya dilaporkan 66%, sebagaimana diumumkan J&J pada tanggal 29 Januari 2021.

Vaksin ini sudah memperoleh EUA (Emergency Use Authorization) dari FDA di AS dan juga dari EMA (the European Medicines Agency) Uni Eropa. "Saya sering mengatakan, Indonesia wajib menjamin ketersediaan vaksin setiap tahun. Jumlah yang diperlukan mungkin sekitar 200 juta dosis,” ungkapnya.

Dradjad beralasan, vaksin COVID-19 ini diyakini para ahli medis dunia akan mirip dengan vaksin flu. Yaitu, efek imunitasnya tidak multi-tahun apalagi seumur hidup. Orang perlu divaksin lagi setelah antibodinya hilang.

Jadi ada kesempatan untuk memperoleh supply vaksin harus dimanfaatkan maksimal. "Quad ini kesempatan bagus. Jangan sampai lewat, apalagi Sekretariat ASEAN ada di Jakarta. Menlu dan Menkes perlu aktif meresponnya,” kata Dradjad.

Selain itu, menurut Dradjad, Indonesia wajib memajukan riset terkait pengembangan vaksin dan obat untuk COVID-19. Indonesia kaya biodiversitas. Dradjad yakin sekali ada material yang bisa dijadikan obat.

"Percaya saya, vaksin dan obat ini menjadi kunci bagi kekuatan ekonomi Indonesia ke depan. Kedokteran dan farmasi harus kita jadikan sebagai salah satu soko guru pertumbuhan ekonomi Indonesia, maupun untuk kesehatan dan kesejahteraan rakyat,” paparnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement