REPUBLIKA.CO.ID,YANGON - Duta besar (Dubes) Myanmar untuk PBB Kyaw Moe Tun mendesak PBB agar tidak sama sekali mengakui rezim militer. Sebelumnya, negara-negara anggota ASEAN memfasilitasi dialog dengan militer Myanmar guna memadamkan situasi di negara tersebut.
Namun, langkah ASEAN tidak diindahkan oleh junta yang justru setelah pertemuan ASEAN, kekerasan aparat terhadap pengunjuk rasa semakin berani. Moe Tun memuji dialog tersebut namun mendesak agar semua pihak tidak mengakui kekuasaan militer. Yang paling utama, kata dia adalah pembebasan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan tahanan politik lain.
"Pelepasan mereka sangat penting bagi kita semua. Jika tidak, kita tidak akan mendapatkan dialog yang berarti. Itu adalah sudut pandang pribadi saya," ujar Moe Tun seperti dikutip laman Channel News Asia, Ahad (14/3).
Dubes Moe Tun kemudian menegaskan, dia akan tetap melawan militer setelah pidato kontroversialnya di PBB. Pidato 26 Februari lalu di Majelis Umum PBB membuatnya dicopot langsung sebagai dubes oleh junta, dan digantikan oleh wakilnya. Namun wakilnya menolak dan hingga kini PBB masih mengakui Moe Tun mewakili Myanmar di PBB.
"Sejak awal, saya sudah memutuskan (bahwa) saya akan melawan rezim militer selama saya bisa dan sampai akhir kudeta militer. Ini resolusi saya, ini keinginan saya, untuk rakyat Myanmar," ujarnya.
"Jadi saya akan terus melakukannya sebagai perwakilan tetap Myanmar di sini di New York," tambah dia.
Ketika ditanya apakah ada banyak pergolakan dalam misi Myanmar ke PBB setelah pidato 26 Februari, Dubes Moe Tun menceritakan bahwa meskipun rekan-rekannya memuji dia, pada saat yang sama setiap orang memiliki kekhawatiran tentang diri mereka sendiri dan anggota keluarga mereka di kampung halaman.
"Kami semua, kami tidak menyukai kudeta militer. Kami ingin mengakhiri kudeta militer secepat mungkin. Ini adalah keinginan rakyat. Tapi mungkin berbeda derajatnya satu dengan yang lain," ujarnya.
Dubes juga mengatakan dia khawatir tindakannya akan menimbulkan potensi risiko bagi orang tua dan anggota keluarganya. "Namun setelah saya menyampaikan pernyataan tersebut, saya mendapat tanggapan dari orang tua saya; mereka mengatakan bahwa mereka bangga dengan saya, jadi saya merasa bahagia," ujarnya.
Dubes Moe Tun baru menempati pos di New York Oktober lalu. Sebelum pengangkatannya saat ini, dia adalah perwakilan tetap Myanmar untuk kantor PBB dan organisasi internasional lainnya di Jenewa, serta konferensi tentang perlucutan senjata. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai diplomat di Indonesia, Singapura, Swiss, dan Amerika Serikat.
sumber: