REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) terus mendorong hilirisasi riset dan inovasi yang peduli akan kelestarian lingkungan. Ekonomi sirkular yang berfokus pada penggunaan optimal dari sumber daya dalam aspek produksi hingga konsumsi dan dapat menjadi solusi atas sampah serta untuk memenuhi kebutuhan energi berbahan dasar limbah.
"Kita tidak hanya bisa memakai teknologi yang eksis, teknologi yang memang didedikasikan untuk menghilangkan sampahnya, kita harus mendorong inovasi agar penerapan ekonomi sirkular ini benar-benar bisa tidak cuman menghilangkan sampahnya namun memberi manfaat kepada masyarakat," kata Menristek/Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro, dalam keterangannya, Ahad (14/3).
Pengertian ekonomi sirkuler, yaitu limbah yang tadinya residu diubah menjadi input baru. Ia memberikan beberapa contoh penerapan atau aplikasi pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Merah Putih di Bantar Gebang yang merupakan pilot project kerjasama Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dengan BPPT.
"Akhirnya pengolahan sampah tidak lagi menjadi sesuatu yang menyusahkan, apalagi dihindari namun dilihat prospek bisnis yang menjanjikan di masa depan dan membantu pemerintah setempat membersihkan lingkungannya, serta memberikan manfaat masyarakat di sekitar," kata dia lagi.
Pada kesempatan ini, Sekretaris Kemenristek/Sekretaris Utama BRIN Mego Pinandito menyampaikan pengelolaan sampah berkelanjutan dalam melahirkan alternatif kebutuhan masyarakat merupakan bagian ekonomi sirkular. Sampah saat ini bisa menjadi energi yang bisa dimanfaatkan kembali.
"Dulu sampah hanya menjadi sampah saja atau waste to waste, maka sekarang juga dapat menjadi energi atau waste to energy. Pengolahan sampah bisa dikategorikan sebagai ekonomi sirkular, yaitu proses produksi yang tidak pernah berhenti dan berupaya menghasilkan zero waste," kata Mego.